Kamis, 23 Desember 2010

Kisah Thera Sundarasamudda

Sundarasamudda adalah anak dari seorang hartawan dari Savatthi. Setelah memasuki pasamuan bhikkhu, ia pergi ke Rajagaha, yang empat puluh lima yojana jauhnya dari Savatthi, untuk berlatih meditasi.

Suatu hari, ketika beberapa perayaan sedang berlangsung di Savatthi, ayah Sundarasamudda merasa sangat kehilangan putranya. Mereka juga merasa kasihan pada putranya yang kehilangan semua kesenangan. Memikirkan hal itu mereka menangis. Ketika mereka sedang menangis, seorang pelacur datang pada mereka, dan menanyakan apa duduk persoalannya.

Setelah mendengar apa yang terjadi pada anak mereka, pelacur itu berkata, "Jika aku dapat membuat anakmu meninggalkan pasamuan Sangha dan kembali hidup sebagai orang biasa bagaimana engkau akan menghargaiku?" Orang tua tersebut menjawab bahwa mereka akan membuatnya kaya raya. Pelacur tersebut kemudian meminta sejumlah besar uang dan pergi ke Rajagaha dengan sejumlah pengikutnya.

Di Rajagaha, ia menyewa sebuah rumah bertingkat tujuh pada rute jalan di mana Sundarasamudda berpindapatta. Ia menyiapkan makanan yang baik dan menunggunya. Pada beberapa hari pertama, ia memberikan dana makanan kepada Sundarasamudda di pintu rumahnya. Kemudian, ia mengundangnya untuk masuk ke dalam rumah. Ia memberi uang kepada beberapa anak untuk datang dan bermain di luar rumah pada saat kira-kira Sundarasamudda biasanya datang untuk menerima dana makanan. Dengan alasan bahwa di lantai dasar terlalu berdebu dan berisik karena anak-anak itu, pelacur itu mengundang Sundarasamudda untuk naik ke lantai atas dan menerima dana makanan di sana. Sang thera mengikutinya naik, dan segera setelah memasuki ruangan tersebut, sang pelacur menutup pintu. Kemudian ia mulai merayu Sundarasamudda. Ia berkata kepada, "Yang Mulia! Marilah menjadi suamiku yang awet muda dan kuat, dan aku akan menjadi istrimu yang paling tercinta. Setelah kehidupan perkawinan kita yang panjang dan bahagia kita berdua dapat meninggalkannya untuk masuk dalam pasamuan dan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai nibbana."

Ketika mendengar kata-kata itu, Sundarasamudda tiba-tiba menyadari kekeliruannya dan waspada. Kemudian ia berkata pada dirinya sendiri, "Sungguh, karena kelalaian dan kurangnya perhatian aku telah membuat satu kekeliruan besar."

Pada saat itu, Sang Buddha memperhatikan dari kuti harum Beliau, apa yang sedang terjadi pada Sundarasamudda di Rajagaha. Ia memanggil Y.A. Ananda, dan berkata, "Ananda! Pada lantai atas sebuah rumah bertingkat di Rajagaha, sekarang sedang terjadi perlawanan antara Sundarasamudda dan seorang pelacur, tapi pada akhirnya Sundarasamudda yang akan menjadi pemenangnya." Setelah mengatakan hal ini kepada Ananda, Sang Buddha mengirimkan sinar kesucian kepada Sundarasamudda dan membuatnya merasakan kehadiran Beliau. Lalu Beliau berkata, "Murid-Ku! Putuskanlah dan buanglah rasa cinta terhadap kekayaan dan kesenangan-kesenangan nafsu keinginan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

“Yo'dha kāme pahatvāna
anāgāro paribbaje
kāmābhavaparikkhīṇaṃ
tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ.”

Seseorang yang telah membuang nafsu keinginan,
yang telah meninggalkan kehidupan rumah tangga dan menempuh kehidupan tanpa rumah, yang telah menghancurkan nafsu indria akan wujud yang baru,
maka ia Kusebut seorang 'brahmana'.

Pada akhir khotbah ini Sundarasamudda mencapai tingkat kesucian arahat dan dengan kemampuan batin luar biasanya ia menerobos atap rumah menuju angkasa, pergi menemui Sang Buddha

Senin, 06 Desember 2010

Kisah Uppalavanna Theri

Suatu waktu beberapa bhikkhu sedang membicarakan tentang Arahat Uppalavanna Theri yang diperkosa pemuda Nanda, yang kemudian ditelan bumi. Dalam kaitan ini, mereka bertanya kepada Sang Buddha apakah arahat tidak menikmati kesenangan hawa nafsu karena mereka mempunyai susunan tubuh yang sama seperti layaknya orang lain.

Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, "Para bhikkhu! Para arahat tidak menikmati kesenangan hawa nafsu; mereka tidak menuruti kehendak dalam kesenangan hawa nafsu, karena mereka tidak lagi melekat pada objek indria dan pada kesenangan hawa nafsu, seperti air yang tidak melekat pada daun teratai atau biji sesawi yang berada pada ujung jarum."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Vāri pokkharapatte va āragge-r-iva sāsapo
yo na lippati kāmesu tam ahaṃ brūmi brāhmaṇaṃ."

Seseorang yang tidak lagi melekat pada kesenangan-kesenangan indria,
seperti air di atas daun teratai atau
seperti biji sesawi diujung jarum,
maka ia Kusebut seorang `brahmana`

--------------
Notes :
Kisah lebih lengkap mengenai Uppalavana Theri lihat di kisah nomor 69.

Rabu, 24 November 2010

Kisah Jatila, Seorang Brahmana

Suatu ketika seorang pertapa brahmana berpikir sendiri bahwa Sang Buddha menyebut pengikutnya `brahmana` dan bahwa dirinya adalah brahmana karena kelahirannya, seharusnya juga disebut seorang `brahmana`. Karena berpikir demikian, ia pergi menemui Sang Buddha dan mengemukakan pandangannya. Tetapi Sang Buddha menolak pandangannya dan berkata, "O brahmana, Aku tidak menyebut seseorang brahmana karena ia membiarkan rambutnya terjalin atau hanya karena kelahirannya. Aku menyebut seseorang brahmana; hanya jika ia secara penuh memahami `Empat Kebenaran Mulia` ."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Na jaṭāhi na gottena
na jaccā hoti brāhmaṇo
yamhi saccañ ca dhammo ca
so sukhī so ca brāhmaṇo."

Bukan karena rambut di jalin, keturunan, ataupun kelahiran,
seseorang menjadi brahmana.
Tetapi orang yang memiliki kejujuran dan kebajikan
yang pantas menjadi seorang `brahmana`, orang yang suci.

Kamis, 18 November 2010

Kisah Seorang Pertapa Brahmana

Suatu ketika hiduplah seorang brahmana petapa di Savatthi. Suatu hari, terpikir olehnya bahwa Sang Buddha menyebut murid-muridnya ‘pabbajita’ (yang artinya telah pergi meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk menjadi petapa), dan karena ia juga seorang petapa, maka ia seharusnya juga disebut seorang pabbajita. Jadi ia pergi menemui Sang Buddha dan bertanya mengapa ia tidak disebut seorang pabbajita.

Sang Buddha berkata, "Hanya karena seseorang adalah petapa, seseorang tidak dengan sendirinya dapat disebut sebagai seorang pabbajita; tetapi karena nafsu keinginan dan kekotoran batin telah pergi darinya, maka seseorang disebut orang ‘yang telah pergi’, seorang pabbajita.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Bāhitapāpo ti brāhmaṇo
samacariyā samaṇo ti vuccati
pabbājayam attano malaṃ
tasmā pabbajito ti vuccati."

Karena telah membuang kejahatan, maka ia Kusebut seorang `brahmana` ;
karena tingkah lakunya tenang, maka ia Kusebut seorang `petapa`(samana);
dan karena ia telah melenyapkan noda-noda batin,
maka ia Kusebut seorang `pabbajita` (orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga).

Petapa tadi mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Jumat, 05 November 2010

Kisah Nangalakula Thera

Nangala adalah seorang buruh tani yang bekerja pada seorang petani. Suatu hari seorang bhikkhu melihatnya sedang bekerja di sawah dengan pakaian tuanya yang koyak-koyak. Sang bhikkhu bertanya kepadanya apakah ia berminat menjadi seorang bhikkhu. Ketika ia menyetujui sang bhikkhu membawanya ke vihara, dan mentahbiskannya menjadi bhikkhu. Setelah diterima dalam Pasamuan Bhikkhu seperti yang telah dinasehatkan oleh gurunya, ia meninggalkan bajak dan pakaian tuanya pada sebuah pohon tidak jauh dari vihara. Karena orang miskin itu meninggalkan bajaknya untuk memasuki pasamuan, maka ia dikenal dengan nama Nangala Thera (nangala artinya bajak).

Kehidupan di vihara lebih baik maka Nangala Thera menjadi lebih sehat, dan berat badannya bertambah. Setelah beberapa saat ia merasa bosan dengan kehidupannya sebagai bhikkhu dan sering memikirkan untuk kembali menjadi perumahtangga.

Jika pikiran itu muncul, ia akan pergi ke pohon dekat vihara, di mana bajak dan pakaian tuanya ditaruh. Di sana ia menegur dirinya sendiri, "O, orang tak tahu malu! Apakah kamu masih menginginkan kembali menggunakan pakaian tua ini dan bekerja keras, hidup rendah sebagai buruh kasar ?" Setelah berpikir seperti itu, ketidakpuasan terhadap kehidupan bhikkhunya menjadi sirna, dan ia kembali ke vihara. Ia pergi ke pohon itu setiap tiga atau empat hari untuk merenungkan kembali tentang masa lalunya yang tidak menyenangkan.

Jika para bhikkhu bertanya kepadanya tentang seringnya ia berkunjung ke pohon itu, ia menjawab, "Saya pergi ke tempat guru saya."

Waktu berlalu, karena ketekunannya, akhirnya ia mencapai tingkat kesucian arahat, dan ia berhenti ke pohon lagi. Para bhikkhu lain memperhatikan hal itu, bertanya kepadanya, "Mengapa engkau sekarang tidak lagi berkunjung kepada gurumu?" Kepada mereka ia menjawab, "Saya pergi kepada guru saya karena saya memerlukannya, tetapi sekarang saya tidak memerlukan pergi kepadanya." Para bhikkhu mengerti apa maksud jawabannya itu, mereka pergi menghadap Sang Buddha dan memberitahu, "Bhante, Nangala Thera menyatakan diri telah mencapai tingkat kesucian arahat. Itu tidak mungkin benar; ia pasti membual, ia pasti berbohong."

Kepada mereka, Sang Buddha berkata, "Para bhikkhu jangan berkata seperti itu perihal Nangala, ia tidak berkata bohong. Anak-Ku Nangala, dengan introspeksi diri dan memperbaiki diri sendiri telah berhasil mencapai tingkat kesucian arahat."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Attanā coday’attānaṃ paṭimāse attam attanā,
so attagutto satimā sukhaṃ bhikkhu vihāhisi.

Attā hi attano nātho attā hi attano gati,
tasmā saññāmay’attānaṃ assaṃ bhadraṃ va vāṇijo."

Engkaulah yang harus mengingatkan
dan memeriksa dirimu sendiri.
O bhikkhu, bila engkau dapat menjaga
dirimu sendiri dan selalu sadar,
maka engkau akan hidup dalam kebahagiaan.

Sesungguhnya diri sendiri menjadi tuan bagi diri sendiri.
Bagaimana bisa orang lain menjadi pelindung bagi seseorang?
Diri sendiri adalah pelindung bagi diri sendiri.
Oleh karena itu kendalikan dirimu sendiri,
seperti pedagang kuda menguasai kuda yang baik.

Rabu, 03 November 2010

Kisah Bhikkhu-bhikkhu Yang Berjumlah Banyak

Terdapatlah seorang perempuan yang sangat kaya bertempat tinggal di kota Kuraraghara, kira-kira berjarak 120 yojana dari kota Savatthi. Ia mempunyai seorang putera yang telah menjadi bhikkhu, namanya Sona. Pada suatu kesempatan, bhikkhu Sona berjalan melewati kota kelahirannya.

Pada waktu bhikkhu Sona pulang menuju Vihara Jetavana, ia bertemu dengan ibunya, dan ibunya mengundang bhikkhu Sona untuk menerima sejumlah besar persembahan. Mengetahui bhikkhu Sona dapat menguraikan Dhamma dengan baik, ibunya juga memohon bhikkhu Sona untuk membabarkan Dhamma kepadanya dan orang-orang lain di kota kelahirannya itu.

Bhikkhu Sona menerima permohonan tersebut. Ibunya membangun sebuah bangsal Dhamma yang dapat menampung banyak orang untuk mendengarkan khotbah Dhamma. Ibu itu juga mengundang banyak teman, tetangga, dan anggota keluarganya untuk hadir dalam pembabaran Dhamma tersebut. Ibu kaya itu meninggalkan rumahnya yang hanya dijaga oleh seorang pelayan perempuan.

Ketika pembabaran Dhamma sedang berlangsung, datanglah kawanan pencuri yang berjumlah sembilan ratus orang ke rumah ibu kaya itu. Pemimpin dari kawanan pencuri itu sengaja pergi ke bangsal Dhamma, tempat pembabaran Dhamma sedang berlangsung, dan pemimpin itu berada dekat serta memperhatikan gerak-gerik si ibu kaya. Tujuannya adalah untuk membunuh ibu itu jika kembali ke rumah ketika pencurian sedang berlangsung.

Ketika pelayan itu mengetahui banyak pencuri datang memasuki rumah majikannya, ia segera melaporkan hal itu kepada si ibu kaya, tetapi si ibu hanya menjawab, "Biarkan pencuri-pencuri itu mengambil seluruh uangku, saya tidak peduli, tetapi engkau jangan kemari lagi, jangan mengganggu saya saat saya sedang mendengar Dhamma. Engkau sebaiknya kembali saja."

Pelayan itu kembali ke rumah majikannya, disana ia melihat para pencuri sedang masuk ke ruang penyimpanan perak milik majikannya. Pelayan itu kembali pergi menemui si ibu kaya di bangsal Dhamma, memberitahukan apa yang sedang dilakukan oleh para pencuri. Tetapi, pembantu rumah tangga itu mendapatkan jawaban yang sama seperti semula. Ia pulang kembali ke rumah majikannya.

Selanjutnya pelayan itu melihat para pencuri memasukin ruang penyimpanan emas milik majikannya. Ia pergi kembali melaporkan hal itu kepada majikannya. Saat itu si ibu mengatakan, "O sayang, biarkanlah pencuri-pencuri itu mengambil apa yang mereka sukai; mengapa engkau datang kemari lagi dan mengganggu saya saat sedang mendengarkan Dhamma? Mengapa engkau tidak pulang dan tinggal di rumah saja seperti apa yang sudah saya katakan padamu ? Janganlah engkau mengganggu kembali mendekati saya dan mengatakan perihal barang-barang atau pencuri-pencuri itu lagi."

Pemimpin para pencuri yang berada dekat dengan si ibu itu mendengarkan semua perkataan yang sudah diucapkan oleh si ibu, dan ia benar-benar mengagumi keyakinan ibu itu terhadap Dhamma. Kata-katanya juga menjadikan dirinya berpikir, "Jika kami mengambil barang-barang orang yang bijaksana dan mulia seperti ibu ini, kami benar-benar akan terkutuk, kehidupan kami akan mengalami kehancuran, dan bisa jadi badan kami akan hancur berkeping-keping."

Pemimpin itu menjadi kuatir akan kemungkinan yang dipikirkannya itu, segera ia pergi ke rumah si ibu dan menyuruh anak buahnya untuk mengembalikan seluruh barang milik si ibu yang telah mereka ambil. Kemudian ia mengajak pengikut-pengikutnya ke tempat si ibu berada. Ibu itu sedang mendengarkan Dhamma dengan sepenuh hati di bangsal Dhamma.

Sona Thera mengakhiri pembabaran Dhamma-nya ketika hari menjelang pagi hari. Ia turun dari tempat pembabaran Dhamma (Dhamma-asana), dan menuju ke tempat duduk yang telah disediakan.

Pemimpin para pencuri mendekati si ibu kaya, perempuan bijaksana, memberi hormat kepadanya dan memperkenalkan dirinya. Ia juga mengatakan kepada si ibu bahwa ia bersama kawan-kawannya telah memasuki rumah si ibu dan mengambil barang-barang berharga tetapi ia telah mengembalikan seluruh barang itu sesudah ia mendengar kata-kata si ibu kepada pembantu rumah tangganya yang melaporkan kejadian pencurian itu. Sang pemimpin beserta para pengikutnya memohon si ibu untuk memaafkan segala perbuatan buruk yang telah mereka lakukan.

Selanjutnya mereka memohon kepada Sona Thera untuk diterima sebagai anggota Pasamuan Bhikkhu (Sangha). Setelah mereka ditahbiskan menjadi bhikkhu, sembilan ratus bhikkhu baru itu mendapat bimbingan meditasi dari Sona Thera, dan mereka pergi ke hutan untuk melatih diri bermeditasi di tengah-tengah kesunyian.

Dari jarak 120 yojana, Sang Buddha mengetahui kisah para bhikkhu itu, dan mengirim bayangan diriNya kepada mereka sehingga seolah-olah Beliau berada di tengah-tengah mereka.

Jumat, 22 Oktober 2010

Kisah Culadhanuggaha, Pemanah yang Trampil

Suatu ketika seorang bhikkhu muda menerima dana makanan pada salah satu tempat berteduh yang khusus dibuat untuk para bhikkhu di dalam kota. Setelah makan ia merasa ingin minum. Ia pergi ke suatu rumah dan meminta air minum, seorang gadis keluar untuk memberinya air minum. Begitu melihat bhikkhu muda tersebut, gadis itu jatuh cinta kepadanya. “Bhante,” kata gadis itu, “jika lain kali membutuhkan air minum, datanglah kemari, jangan pergi ke tempat lain.”.

Setelah itu, setiap kali bhikkhu itu tidak mendapat air minum, ia pergi ke rumah gadis itu. Gadis itu akan mengambil mangkuknya dan memberinya air minum. Sejalan dengan waktu lama kelamaan gadis itu juga memberinya bubur nasi. Dan suatu hari gadis itu menyediakan tempat duduk untuk bhikkhu itu dan memberinya nasi. Kemudian gadis itu duduk di sebelah bhikkhu itu dan mulai mengajak berbicara, ia berkata, “Bhante, sangat sepi sekali di rumah ini; kami jarang sekali melihat orang, bahkan melihat pengembara”.

Setelah mendengarkan obrolan gadis itu selama beberapa hari, bhikkhu muda itu menjadi tidak puas akan kehidupannya sebagai bhikkhu. Ketika bhikkhu-bhikkhu lain mengunjunginya, dan menanyakan keadaannya, ia mengatakan bahwa ia tidak puas. Maka merekapun membawanya kepada Sang Buddha dan melaporkan masalahnya.

Sang Buddha memanggil bhikkhu muda tersebut, dan berkata padanya, "Anak-Ku, dengarkan Aku. Gadis muda ini akan menyebabkan keruntuhanmu seperti yang telah dia lakukan padamu dalam kehidupanmu yang lampau.

Dalam salah satu kehidupanmu yang lampau, kamu adalah seorang pemanah yang sangat trampil dan ia adalah istrimu. Pada suatu kesempatan, ketika kamu berdua sedang dalam perjalanan, kamu bertemu dengan sekelompok bandit. Istrimu jatuh cinta dengan pemimpin kelompok itu. Ketika kamu dan pemimpin kelompok itu sedang terlibat dalam satu perkelahian, kamu berteriak pada istrimu agar memberikan pedangmu. Tetapi istrimu memberikan pedang itu pada pemimpin kelompok yang segera membunuhmu. Jadi, ia adalah penyebab kematianmu. Sekarang juga, ia akan menjadi penyebab kehancuranmu jika kamu mengikutinya dan meninggalkan pasamuan bhikkhu demi dirinya."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Vitakkapamathitassa jantuno
tibbarāgassa subbhānupassino
bhiyyo taṇhā pavaḍḍhati
esa kho daḷhaṃ karoti bandhanaṃ.

Vitakkūpasame ca yo rato
asubhaṃ bhāvayatī sadā sato
esa kho vyantikāhiti
esa-ccheecchati mārabandhanaṃ."

Orang yang pikirannya kacau, penuh dengan nafsu,
dan hanya melihat pada hal-hal yang menyenangkan saja,
maka nafsu keinginannya akan terus bertambah.
Sesungguhnya orang seperti itu memperkuat ikatan belenggunya sendiri .

Orang yang bergembira dalam menenangkan pikirannya, dan selalu sadar
tekun merenungkan hal-hal yang menjijikkan (sebagai objek perenungan dalam samadhi)
maka ia akan mengakhiri nafsu-nafsu keinginannya
dan menghancurkan belenggu Mara.

Bhikkhu muda mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.


------------------------
Notes :

Kisah di masa lalu : Pemanah Muda Yang Bijaksana – Culla Dhanuggaha
Dalam kehidupan sebelumnya, bhikkhu diatas adalah seorang awam bernama Culla Dhanuggaha. Ia belajar seni dan kerajinan di Takkasila dibawah bimbingan guru terkenal. Gurunya sangat puas dengan kemajuan yang diperoleh oleh Dhanuggaha, ia menikahkan puterinya dengan Dhanuggaha. Si pemanah muda kemudian membawa isterinya menuju ke Benares.

Di dekat jalan masuk menuju hutan, ia bertemu dengan sekelompok penyamun, dan membunuh 50 penyamun dengan 50 anak panahnya. Ketika semua anak panahnya telah habis, ia menangkap pemimpin kelompok itu dan melemparnya ke tanah. “Istriku, ambilkan pedangku!” teriaknya. Tetapi, ketika istrinya melihat penyamun itu, timbul keinginan untuk memiliki penyamun itu, istrinya memberikan pegangan pedang itu ke tangan si penyamun. Penyamun itu segera membunuh si pemanah muda. Kemudian ia pergi membawa wanita itu bersamanya.

Dalam perjalanan, si penyamun berpikir, “Andai perempuan ini bertemu dengan laki-laki lain, ia akan membunuhku juga seperti yang dilakukannya terhadap suaminya itu. Apa gunanya perempuan seperti ini.” Ketika melihat sebuah sungai, si penyamun meninggalkan wanita itu di tepi sungai, mengambil semua perhiasan wanita itu, dan berkata, “Tunggu disini, sampai aku membawa perhiasanmu menyeberangi sungai.” Dan si penyamun itupun pergi menyeberang meninggalkan wanita itu disana.

Ketika wanita itu menyadari bahwa si penyamun telah meninggalkannya, ia berkata “Brahmana, engkau telah mengambil perhiasanku dan menyeberang ke sana. Kembalilah cepat, segera; sekarang bawalah aku juga ke seberang.” Penyamun itu menjawab, “Perempuan, kamu telah menukar suami yang telah kamu kenal lama dengan aku, suami yang engkau tidak kenal; engkau telah menukar suami yang telah kau ujicoba dengan suami yang belum kau ujicoba. Oh perempuan, kamu akan menukar aku dengan laki-laki lain. Karenanya aku akan pergi jauh-jauh darimu.”

Dewa Sakka, mengetahui kejadian itu, dan berkeingingan memberi pelajaran, menuju ke sungai itu bersama kusir dan pemusik pengiringnya. Sakka mengubah bentuk menjadi serigala, kusirnya menjadi ikan, dan pemusiknya menjadi burung. Serigala itu menggigit daging di mulutnya berdiri di depan perempuan itu. Kemudian ikan jelmaan si kusir meloncat di udara keluar dari air, dan serigala itu meloncat kemuka mencoba menerkam ikan itu, sambil menjatuhkan potongan daging di mulutnya. Burung jelmaan si pemusik menyambar potongan daging dan terbang ke udara. Sementara si ikan selamat kembali ke dalam air. Serigala itu kehilangan keduanya, ikan dan potongan daging.

Perempuan itu tertawa keras melihat kejadian itu, menertawakan si serigala yang kini kehilangan ikan dan daging. Serigala itu kemudian berkata, “Sangat mudah melihat kesalahan orang lain, tetapi sulit melihat kebodohan diri sendiri. Kamu telah kehilangan suami dan juga kekasih. Aku yakin engkaupun merana.”
Wanita itu berkata, “Engkau berkata benar, mulai sekarang aku akan mematuhi suami”.
Serigala itu mengucapkan syair, “Ia yang mencuri pot tanah liat juga akan mencuri pot dari tembaga. Kamu telah melakukan kejahatan, kamu akan melakukannya lagi”.

Setelah menceritakan Culla Dhanuggaha Jataka ini, Sang Buddha berkata kepada bhikkhu muda tersebut, “Pada waktu itu, engkaulah Dhanuggaha si pemanah muda, isteri Dhanuggaha adalah si gadis muda itu, dan Dewa Sakka itu adalah aku.

Selasa, 19 Oktober 2010

Kisah Upaka

Sang Buddha membabarkan syair 353 Kitab Suci Dhammapada, sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Upaka, petapa bukan Buddhis, ketika Sang Buddha sedang berjalan menuju Taman Rusa (Migadaya) tempat Kelompok Lima Bhikkhu (Panca Vaggi) sedang berdiam. Sang Buddha menuju ke sana untuk membabarkan Dhammacakkappavattana Sutta pada Panca Vaggi itu, mitra lamanya, yaitu Kondana, Bhaddiya, Vappa, Assaji, dan Mahanama.

Ketika Upaka melihat Sang Buddha Gotama, ia sangat terkesan dengan pancaran sinar wajah Sang Buddha dan berkata kepada Beliau, "Kawan, Anda terlihat tenang dan murni; bolehkah saya tahu siapa guru Anda?" Kepadanya, Sang Buddha menjawab bahwa Beliau tidak mempunyai guru.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Sabbābhibhū sabbavidū ‘ham asmi
sabbesu dhammesu anūpalitto
sabbañjaho taṇhakkhaye vimutto
sayaṃ abhiññāya kam uddiseyyaṃ."

Aku telah mengalahkan semuanya, Aku telah mengetahui semuanya.
Aku telah bebas dari semuanya, Aku telah meninggalkan semuanya.
Setelah menghancurkan nafsu keinginan, Aku benar-benar bebas.
Setelah menyadari segala sesuatu melalui usaha sendiri, maka siapakah yang patut Ku-sebut Guru?

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Upaka tidak memperlihatkan penerimaan ataupun penolakan, tetapi hanya menggeleng beberapa kali dan pergi.


-----------------------
Notes :

Upaka menanyakan kepada Buddha mengenai pencapaianNya, ketika Sang Buddha mengatakan apa yang telah dicapaiNya, Upaka menayakan apakah Beliau adalah “Anantajina” (jina = penakluk, ananta = tidak terbatas), dan Sang Buddha mengiyakan. Upaka menggelengkan kepala, berkata “Mungkin demikian” dan kemudian meneruskan perjalannya.
Dikatakan (DA.ii.471) bahwa Sang Buddha berjalan kaki dari pohon Bodhi ke Isipatana – alih-alih terbang melalui udara seperti kebiasaan para Buddha sebelumnya ketika hendak memutar roda dhamma pertama kali – karena Beliau ingin bertemu Upaka.

Setelah pertemuan ini Upaka menuju Vankahara untuk bertapa disana, tetapi kemudian jatuh cinta kepada Capa, puteri seorang pemburu yang menjadi pendukungnya. Upaka tidak mau makan selama 7 hari dan akhirnya pemburu itu mengawinkan Upaka dengan Capa. Karena Upaka tidak memiliki keterampilan, ia hanya membantu-bantu si pemburu menjualkan hasil buruan, karenanya sering dihina oleh Capa. Ketika anak mereka menangis, Capa akan menyanyi, “Oh anak Upaka, anak penjual hasil buruan, jangan menangis”. Upaka kesal sekali dan berkata bahwa ia punya teman yang sangat hebat yang bernama Anantajina, tetapi Capa tidak berhenti menghinanya. Akhirnya Upaka pun pergi meninggalkan Capa dan anaknya, mencari ‘Anantajina’ pergi ke Savatthi.

Sang Buddha mengetahui Upaka datang mencarinya, berpesan kepada orang-orang, jika ada orang yang mencari Anantajina, supaya dibawa kepadaNya. Setelah mendengar cerita Upaka, Sang Buddha kemudian menahbiskannya sebagai bhikkhu dan mengajarkan Upaka meditasi. Upaka kemudian berhasil mencapai tingkat kesucian Anagami dan kemudian terlahir di surga Aviha. Menurut kitab komentar Majjhima (i.389) Upaka menjadi arahat segera setelah terlahir di Aviha.

Belakangan, Capa juga kemudian menjadi bhikkhuni, dan mencapai Arahat.

Jumat, 15 Oktober 2010

Kisah Gajah Bernama Paveyyaka

Gajah Paveyyaka ketika berusia masih muda sangat kuat; kemudian tiba saatnya ia menjadi tua dan lemah. Suatu hari, seperti biasanya Paveyyaka tua pergi ke suatu kolam dan ia terjebak dalam lumpur serta tidak dapat mencapai tepi. Ketika Raja Pasenadi dari Kosala diberitahu tentang hal itu, ia mengirim seorang pelatih gajah untuk menolong gajah itu keluar dari lumpur. Pelatih gajah itu pergi ke tempat gajah itu berada. Di sana, ia memerintahkan pemusik untuk membuat irama perang. Mendengar suasana militer, gajah itu merasa seakan-akan ia berada di medan perang. Semangatnya bangkit, ia mengangkat dirinya sendiri dengan seluruh tenaganya, dan segera keluar dari lumpur.

Ketika para bhikkhu menceritakan kepada Sang Buddha tentang hal ini, Beliau berkata, "Para bhikkhu! Sama halnya dengan gajah itu menarik dirinya keluar dari lumpur, demikian pula, seharusnya kamu semua menarik dirimu sendiri keluar dari lumpur kekotoran batin."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

“Appamādaratā hotha, sacittam anurakkhatha,
duggā uddharath` attānaṃ paṃke sanno va kuñjaro.”

Bergembiralah dalam kewaspadaan dan jagalah pikiranmu dengan baik;
bebaskanlah dari cara-cara yang salah, seperti seekor gajah melepaskan dirinya yang terbenam dalam lumpur.

Para bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Kisah Seekor Induk Babi Muda

Suatu kesempatan, ketika Sang Buddha sedang berpindapatta di Rajagaha, ia melihat seekor induk babi muda yang kotor dan Beliau tersenyum. Ketika ditanya oleh Ananda, Sang Buddha menjawab, "Ananda, babi ini dulunya adalah seekor ayam betina dimasa Buddha Kakusandha. Karena ia tinggal di dekat ruang makan di suatu vihara, ia biasa mendengar pengulangan teks suci dan khotbah Dhamma. Ketika ia mati, ia dilahirkan kembali sebagai seorang putri.

Suatu ketika, saat pergi ke kakus, sang Putri melihat belatung dan ia menjadi sadar akan sifat yang menjijikkan dari tubuh. Ketika ia meninggal dunia, ia dilahirkan kembali di alam Brahma sebagai brahma puthujjana; tetapi kemudian karena beberapa perbuatan buruknya, ia dilahirkan kembali sebagai babi betina. Ananda ! Lihat, karena perbuatan baik dan perbuatan buruk tidak ada akhir dari lingkaran kehidupan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini :

"Yathāpi mūle anupaddave daḷhe
chinno pi rukkho punar eva rūhati
evam pi taṇhānusaye anūhate
nibbattati dukkham idaṃ punappunaṃ

Yassa chattiṃsatī sotā manāpassavanā bhusā
vāhā vahanti duddiṭṭhaṃ saṃkappā rāganissitā

savanti sabbadā sotā, latā ubbhijja tiṭṭhati
tañ ca disvā lataṃ jātaṃ mūlaṃ paññāya chindatha

saritāni sinehitāni ca
somanassāni bhavanti jantuno
te sātasitā sukhesino
te ve jātijarūpagā narā

tasiṇāya purakkhatā pajā
parisappanti saso va bādhito
saññojanasaṅgasattakā
dukkham upenti punappunaṃ cirāya

tasiṇāya purakkhatā pajā
parisappanti saso va bādhito
tasmā tasiṇaṃ vinodaye
bhikkhu ākaṃkha virāgam attano.”

Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi
apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan.
Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan,
maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.

Orang yang berpandangan salah, yang dalam dirinya 36 arus nafsu mengalir deras menuju obyek yang menyenangkan, akan terseret oleh pikiran yang penuh nafsu itu.

Arus nafsu keinginan mengalir menuju ke segala arah, tanaman menjalar nafsu keinginan bertunas dan tumbuh merambat.
Melihat tanaman menjalar itu, potonglah akar-akarnya dengan pisau kebijaksanaan.

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar objek-objek indria,
dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria.
Karena mengejar kenikmatan-kenikmatan indria dan melekat padanya,
mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan,
berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.
Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan,
maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.

Makhluk-makhluk yang terikat oleh nafsu-nafsu keinginan,
berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak.
Karena itu seorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan diri,
hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.

Kisah Hukuman Penjara

Suatu hari, tiga puluh bhikkhu datang ke Savatthi untuk berpindapatta. Ketika mereka sedang mengumpulkan dana makanan, mereka melihat beberapa tawanan sedang diangkut dengan kaki dan tangan terikat rantai. Ketika tiba kembali di vihara, setelah mengingat apa yang telah dilihat dipagi hari, mereka bertanya kepada Sang Buddha apakan ada ikatan lain yang lebih kuat dari pada itu.

Kepada mereka Sang Buddha menjawab. "Para bhikkhu! Ikatan ini tidak ada artinya dibandingkan dengan nafsu keinginan akan makanan dan pakaian, akan kekayaan, serta akan keluarga. Nafsu keinginan ribuan, ratusan ribu lebih kuat daripada rantai itu, borgol, dan kurungan. Itulah sebabnya mengapa orang bijaksana memotong nafsu dan meninggalkan keduniawian, serta memasuki pasamuan para bhikkhu.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini :

"Na taṃ daḷhaṃ bandhanam āhu dhīrā
yad āyasaṃ dārujaṃ pabbajañ ca
sārattarattā maṇikuṇḍalesu
puttesu dāresu ca yā apekhā.

Etaṃ daḷhaṃ bandhanam āhu dhīrā
ohārinaṃ sithilaṃ duppamuñcaṃ
etam pi chetvāna paribbajanti
anapekhino kāmasukhaṃ pahāya."

Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu yang terbuat dari besi, kayu, ataupun rami
tidaklah begitu kuat.
Tetapi ikatan terhadap anak-anak, istri, dan harta benda,
sesungguhnya merupakan belenggu yang jauh lebih kuat.

Orang bijaksana menyatakan bahwa belenggu seperti itu amat kuat,
dapat melemparkan orang ke bawah (ke alam rendah), halus dan sukar untuk dilepaskan.
walaupun demikian, para bijaksana akan dapat memutuskan belenggu itu,
mereka meninggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan,
serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.

Kisah Khema Theri

Ratu Khema merupakan istri utama dari Raja Bimbisara. Ia sangat cantik dan sangat bangga akan kecantikannya. Raja menginginkannya untuk pergi ke Vihara Veluvana dan memberi hormat kepada Sang Buddha. Namun ia pernah mendengar bahwa Sang Buddha selalu berbicara meremehkan kecantikan, dan karenanya ia mencoba untuk menghindari berjumpa dengan Sang Buddha. Raja mengerti sikapnya terhadap Sang Buddha, ia juga tahu betapa bangganya ratu pada kecantikannya. Kemudian raja memerintahkan grup musiknya untuk menyanyikan lagu pujian tentang Vihara Veluvana, tentang tempatnya yang menyenangkan dan suasananya yang damai, dan sebagainya. Mendengar hal itu, Ratu Khema menjadi tertarik dan memutuskan untuk pergi ke Vihara Veluvana.

Ketika Ratu Khema tiba di vihara, Sang Buddha sedang membabarkan Dhamma kepada para pendengar. Dengan kemampuan batin luar biasa Beliau, Sang Buddha membuat penampakan seorang gadis muda yang sangat cantik muncul, duduk tidak jauh dari Beliau, dan sedang mengipasi Sang Buddha. Ketika Ratu Khema datang di ruang pertemuan, hanya ia sendiri yang melihat gadis cantik tersebut. Membandingkan kecantikannya yang luar biasa dari gadis tersebut dengan kecantikannya, Khema menyadari bahwa kecantikannya jauh lebih rendah dibandingkan dengan gadis tersebut. Ketika Ratu memperhatikan dengan seksama gadis tersebut, tiba-tiba kecantikan gadis itu mulai memudar sedikit demi sedikit. Akhirnya Ratu melihat seorang wanita tua jompo, yang kemudian berubah menjadi mayat, tubuhnya yang berbau busuk diserang belatung. Segera pada saat itu, ratu Khema menyadari ketidak-kekalan dan ketidak-berhargaan kecantikannya.

Sang Buddha mengetahui keadaan pikiran Ratu Khema, kemudian Beliau berkata, "O Khema! Lihatlah baik-baik pada tubuh lapuk ini yang terbalut di sekitar kerangka tulang, dan merupakan sasaran penyakit dan kelapukan. Lihatlah baik-baik tubuh ini yang dihargai sedemikian tinggi oleh orang bodoh. Lihatlah pada ketidak-berhargaan kecantikan gadis muda ini." Setelah mendengar hal itu, Ratu Khema mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Ye rāgarattānupatanti sotaṃ
sayaṃkataṃ makkaṭako va jālaṃ
etam pi chetvāna vajanti dhīrā
anapekhino sabbadukkhaṃ pahāya."

Mereka yang bergembira dengan nafsu indria, akan jatuh ke dalam arus (kehidupan),
seperti laba-laba yang jatuh ke dalam jaring yang dibuatnya sendiri.
Tapi para bijaksana dapat memutuskan belenggu itu, mereka meniggalkan kehidupan duniawi, tanpa ikatan, serta melepaskan kesenangan-kesenangan indria.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Ratu Khema mencapai tingkat kesucian arahat. Kemudian Sang Buddha berkata kepada Raja, “Oh Raja, Khema harus meninggalkan keduniawian, atau memasuki Nibbana”. Raja menjawab, “Bhante, terimalah ia dalam Sangha; sedangkan Nibbana, jangan!”.
Khema kemudian masuk dalam pasamuan bhikkhuni serta menjadi Siswa Utama wanita Sang Buddha.

------------------------
Notes :
* Bhikkhu Siswa Utama adalah Moggalana & Sariputta, dan bhikkhuni siswa utama adalah Khema & Uppalavana.

Diatas, dikatakan jika telah mencapai arahat, harus meninggalkan kehidupan duniawi atau merealisasi Nibbana (maksudnya meninggal dunia). Hal ini dikarenakan tidak mungkin lagi seorang arahat menjalani kehidupan duniawi. Sudah tidak cocok lagi, cara pandang, sikap dll. Coba perhatikan cerita-cerita lainnya, semua yang mencapai arahat kalau tidak menjadi bhikkhu/ni, maka ia akan meninggal tidak lama kemudian. Misalnya menteri Santati (kisah no. 142), Bahiya (kisah no.101), Brahmana dan isterinya (dua orang) di kisah no.225, dan juga Raja Suddhodana ayah pangeran Siddhartha yang meninggal segera setelah mencapai arahat (ThigA.141). Tidak ada yang hidup terus sebagai umat perumah tangga. Yang tercatat masih tetap terus hidup berumah tangga, maksimum hanya anagami.
Biasanya kalau bukan anggota Sangha tetapi mencapai arahat setelah mendengar khotbah Sang Buddha, mereka segera masuk dalam persamuan Sangha. Contohnya Jambuka (kisah 70), Uggasena (kisah 348), Khema (kisah 347), Samanera dari Kosambi (kisah 96), Aggidatta dan semua pengikutnya (kisah 188-192)

Dalam hal ini karena Khema adalah seorang ratu dan masih memiliki suami, tentunya dia tidak leluasa memutuskan sendiri, hingga Buddha menanyakannya kepada Raja.

Pada masa Buddha Padumuttara, Khema adalah seorang budak. Ia menjual rambutnya untuk memberi dana makanan kepada Buddha Padumuttara, dan melihat murid utama wanita Sujata, ia bertekad untuk menjadi murid utama wanita Buddha yang akan datang. Sejak saat itu ia bekerja keras untuk memenuhi tekad itu.

Pada masa Buddha Kassapa, ia beranama Samani, putri tertua dari Kiki, Raja Benares. Bersama dengan saudari-saudarinya ia menjalani hidup selibat selama 20 ribu tahun dan membangun vihara untuk Buddha. Ia mempelajari Mahanidana Sutta setelah mendengar Buddha membabarkannya.

Pada masa Buddha Vipassi ia menjadi seorang bhikkhuni pembabar Dhamma yang terkenal. Dan pada masa Buddha Kakusandha dan Konagamana, ia juga membangun vihara untuk Buddha dan para bhikkhu.

Raja Bimbisara adalah Raja di kerajaan Magadha, memiliki beberapa orang ratu/istri yaitu

- Ratu Kosaladevi / Ratu Vaidehi, saudari Raja Pasenadi dari Kosala.
Dengan ratu Vaidehi, Raja Bimbisara memiliki anak, yaitu Ajatasattu. Ketika Ajatasattu dewasa, ia dihasut oleh Devadatta untuk menggulingkan Raja Bimbisara. Raja Bimbisara ditangkap, disiksa dan akhirnya mati. Dengan latar belakang kejadian ini, Ratu Vaidehi memohon Sang Buddha untuk mengutus murid Beliau untuk mengajarkan Dharma. Ketika Sang Buddha datang menampakkan diri, Ratu Vaidehi bertanya, dimanakah terdapat alam yang tiada kejahatan dan bagaimana dapat ke sana. Kemudian Sang Buddha menjelaskan panjang lebar metode meditasi yang digunakan. Kejadian ini terdapat di dalam Amitayur Dhyana Sutra. Di sutra ini dijelaskan bagaimana meditasi untuk lahir di alam Buddha Amitabha). (Sutra ini termasuk aliran Mahayana)

- Ratu Khema
- Padumavati dari Ujjeni, dengannya mempunyai putra bernama Abhayakumara
- selain itu juga memiliki anak bersama pelacur Ambapali dari Vesali, anaknya bernama Vimala Kondanna yang menjadi bhikkhu setelah kunjungan Buddha ke Vesali dan mencapai kearahatan segera sesudahnya. Mendengar khotbah Vimala Kondanna, Ambapali memasuki sangha bhikkhuni dan kemudian mencapai arahat juga.

Kisah Uggasena

Suatu saat rombongan pemain drama keliling yang terdiri atas lima ratus penari dan beberapa pemain akrobat datang ke Rajagaha. Mereka mengadakan pertunjukan di dalam lingkungan istana raja Bimbisara selama tujuh hari. Di sana seorang penari muda yang merupakan putri seorang pemain akrobat bernyanyi dan menari di atas sebuah galah bambu yang panjang.

Uggasena, putra yang masih muda dari seorang hartawan, jatuh cinta dengan penari itu. Orang tuanya tidak dapat mencegah keinginan putranya untuk menikah dengan gadis tersebut. Ia menikahi penari muda itu dan mengikuti rombongan tersebut. Karena Uggasena bukan seorang penari juga bukan pemain akrobat maka ia tidak begitu berguna bagi rombongan tersebut. Sehingga saat rombongan itu pindah dari satu tempat ke tempat lain, ia hanya membantu mengangkut kotak-kotak, mengemudikan kereta, dan lain-lainnya.

Pada suatu saat seorang anak laki-laki lahir dari pasangan Uggasena dan istrinya, sang penari. Kepada anak laki-lakinya, penari tersebut sering menyanyikan sebuah lagu seperti ini : "O kamu, putera seorang lelaki yang menjaga kereta-kereta; lelaki yang mengangkut kotak-kotak dan buntelan-buntelan! O kamu, putera seorang yang bodoh, yang tidak dapat melakukan apapun!" Uggasena mendengar lagu itu, ia mengetahui bahwa istrinya membicarakan tentang dirinya dan hal ini membuat ia sangat terluka dan tertekan. Maka ia pergi menemui ayah mertuanya, seorang pemain akrobat, dan meminta agar diajari bermain akrobat. Setelah setahun berlatih, Uggasena menjadi pemain akrobat yang trampil.

Kemudian, Uggasena kembali ke Rajagaha, dan diumumkan bahwa Uggasena akan memperlihatkan ketrampilannya di muka umum tujuh hari yang akan datang. Pada hari ketujuh, sebatang galah yang panjang dipasang, dan Uggasena berdiri di atasnya. Setelah diberi aba-aba, ia pun berjungkir balik tujuh kali di atas galah itu.

Saat itu Sang Buddha melihat Uggasena dalam batin Beliau dan mengetahui bahwa telah tiba saatnya bagi Uggasena untuk mencapai tingkat kesucian arahat. Kemudian Sang Buddha memasuki kota Rajagaha, beliau meniatkan agar para penonton mengalihkan perhatiannya kepada Beliau dan bukan bertepuk tangan untuk Uggasena atas prestasi akrobatiknya. Ketika Uggasena melihat bahwa ia sedang diabaikan dan tidak diacuhkan, ia hanya duduk di atas galah, merasa sangat tidak puas dan tertekan.

Sang Buddha menyapa Uggasena, "Uggasena, orang bijaksana seharusnya melepaskan semua kemelekatan pada kelompok-kelompok kehidupan (khandha), dan berjuang untuk mencapai kebebasan dari lingkaran tumimbal lahir."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Muñca pure muñca pacchato
majjhe muñca bhavassa pāragū
sabbattha vimuttamānaso
na punañ jātijaraṃ upehisi."

Tinggalkan apa yang telah lalu, yang akan datang maupun sekarang
(kemelekatan terhadap lima kelompok kehidupan)
dan capailah "Pantai Seberang" (nibbana).
Dengan pikiran yang telah bebas dari segala sesuatu,
maka engkau tak akan mengalami kelahiran dan kelapukan lagi.

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Uggasena yang masih berada di atas galah, mencapai tingkat kesucian arahat. Ia turun dan segera diterima dalam pasamuan bhikkhu oleh Sang Buddha.

Jumat, 06 Agustus 2010

Kisah Para Hakim

Suatu hari, beberapa bhikkhu sedang berjalan pulang dari menerima dana makanan. Ketika hujan turun, mereka berteduh di suatu gedung pengadilan. Saat berada di sana, mereka melihat bahwa beberapa orang hakim, setelah menerima uang suap, membebaskan suatu perkara.

Mereka melaporkan masalah ini kepada Sang Buddha dan Beliau berkata, "Para bhikkhu! Dalam memutuskan suatu perkara, jika seseorang terpengaruh oleh rasa cinta atau pertimbangan keuangan, dia tidak dapat disebut sebagai ‘yang adil’ atau ‘hakim yang sesuai dengan hukum`. Jika seseorang menimbang bukti-bukti dengan teliti dan memutuskan suatu kasus secara tidak memihak maka ia disebut ‘yang adil’ atau ‘hakim yang sesuai dengan hukum’."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Na tena hoti dhammaṭṭho yen’atthaṃ sahasā naye
yo ca atthaṃ anatthañ ca ubho niccheyya paṇḍito.

Asāhasena dhammena samena nayatī pare
dhammassa gutto medhāvī dhammaṭṭho ti pavuccati."

Orang yang memutuskan segala sesuatu dengan tergesa-gesa
tidak dapat dikatakan sebagai orang adil
Orang bijaksana hendaknya memeriksa dengan teliti
mana yang benar dan mana yang salah.

Orang yang mengadili orang lain dengan tidak tergesa-gesa,
bersikap adil dan tidak berat sebelah,
yang senantiasa menjaga kebenaran,
pantas disebut orang adil.

Rabu, 21 Juli 2010

Kisah Culasari

Suatu hari, Culasari berjalan pulang dari mengunjungi seorang pasien. Dalam perjalanan, ia berjumpa Sariputta Thera dan bercerita, bagaimana ia merawat seorang pasien serta mendapatkan makanan enak untuk pelayanannya. Ia juga meminta Sariputta Thera untuk menerima darinya sebagian dari makanan tersebut. Sariputta Thera tidak mengatakan apapun kepadanya melainkan terus melanjutkan perjalanannya. Sariputta Thera menolak menerima makanan dari bhikkhu itu karena bhikkhu tersebut telah melanggar peraturan yang melarang para bhikkhu membuka praktek pengobatan*.

Bhikkhu-bhikkhu lain melaporkan hal ini kepada Sang Buddha dan Beliau berkata kepada mereka, "Para bhikkhu! Seorang bhikkhu yang tidak tahu malu itu buruk dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Ia sombong seperti seekor gagak, ia menghidupi diri dengan cara yang melanggar peraturan dan hidup dalam kenikmatan. Di sisi lain, kehidupan bagi seorang bhikkhu yang memiliki malu tidaklah mudah."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini :

"Sujīvaṃ ahirīkena
kākasūrena dhaṃsinā
pakkhandinā pagabbhena
saṃkiliṭṭhena jīvitaṃ.

Hirīmatā ca dujjīvaṃ
niccaṃ sucigavesinā
alīnen’appagabbhena
suddhājīvena passatā."

Hidup ini mudah bagi orang yang tidak tahu malu,
yang suka menonjolkan diri seperti seekor burung gagak,
suka menfitnah, tidak tahu sopan santun, pongah,
dan menjalankan hidup kotor.

Hidup ini sukar bagi orang yang tidak tahu malu,
yang senantiasa mengejar kesucian,
yang bebas dari kemelekatan, rendah hati,
menjalankan hidup bersih dan penuh perhatian.

Banyak orang pada saat itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.

----------------------------------
Notes:
*Dalam peraturan kebhikkhuan (Vinaya), para bhikkhu tidak diperbolehkan melakukan praktek pengobatan, yang dimaksud disini adalah melakukan praktek pengobatan dengan mengharapkan balasan seperti dokter/sinshe, misalnya dalam kasus diatas imbalan dana makanan.

Senin, 21 Juni 2010

Kisah Seorang Perumah Tangga Kaya

Suatu saat, seorang perumah tangga merasa sangat sedih atas kematian putranya. Dia sering ke makam dan menangis di sana. Suatu pagi, Sang Buddha melihat perumah tangga kaya tersebut dalam penglihatan Beliau. Oleh karena itu, Sang Buddha bersama seorang bhikkhu pergi menuju ke rumah perumah tangga kaya tersebut.

Di sana, Sang Buddha bertanya kepada lelaki tersebut mengapa dia merasa sangat tidak bahagia. Lelaki tersebut menjelaskan kepada Sang Buddha tentang kematian putranya, dan tentang kesedihan serta duka cita penderitaannya. Kepadanya, Sang Buddha berkata, "Murid-Ku, kematian tidak hanya terjadi di satu tempat. Semua mahluk yang dilahirkan pasti akan mengalami kematian pada suatu hari, sesungguhnya kehidupan berakhir dengan kematian. Kamu harus menyadari kenyataan bahwa kehidupan berakhir dengan kematian. Janganlah kau anggap hanya putra tersayangmu saja yang mengalami kematian. Jangan terlalu sedih ataupun terlalu goncang. Duka cita dan ketakutan timbul dari kesayangan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Piyato jāyatī soko
piyato jāyatī bhayaṃ
piyato vippamuttassa
n’atthi soko kuto bhayaṃ."

Dari yang disayangi timbul kesedihan,
dari yang disayangi timbul ketakutan;
bagi orang yang telah bebas dari yang disayangi,
tiada lagi kesedihan maupun ketakutan.

Perumah tangga kaya mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Kisah Tiga Pertapa

Suatu ketika terjadi di Savatthi, di suatu rumah tangga di Savatthi, ada seorang putra satu-satunya, yang merupakan kesayangan dan kebahagiaan ayah ibunya. Suatu hari beberapa orang bhikkhu diundang untuk menerima dana makanan di rumah itu, dan setelah mereka selesai makan, mereka membacakan melantunkan kata-kata Dhamma. Ketika pemuda itu mendengarkan kata-kata Dhamma tersebut, tiba-tiba ia berkeinginan menjadi bhikkhu, dan langsung meminta ijin kepada ayah dan ibunya. Mereka menolak keinginannya tersebut. Kemudian timbullah pikiran dalam dirinya, “Ketika ibu dan ayah tidak melihat, aku akan meninggalkan rumah dan menjadi bhikkhu”.

Tiap kali sang ayah pergi keluar rumah, ia menitipkan putranya itu kepada sang ibu sambil berkata, “Tolong jaga putra kita baik-baik”. Dan tiap kali sang ibu pergi keluar rumah, ia juga menitipkan putranya itu kepada sang ayah.
Suatu hari, setelah sang ayah pergi, sang ibu berkata kepada dirinya sendiri, “Aku akan menjaga putraku baik-baik.”. Kemudian ia duduk di lantai di tengah-tengah pintu dengan kedua kaki menjulur ke kiri dan kanan menutupi sisinya, dan mulai memintal benang. Pemuda tersebut berpikir, “Aku akan mengakalinya dan melarikan diri”. Lalu ia berkata kepada ibunya, “Ibu sayang, coba geser kakimu sedikit, aku mau ke belakang buang air.” Ibunya menarik kakinya, dan pergilah si pemuda itu keluar. Ia pergi ke vihara secepat mungkin dan kemudian meminta para bhikkhu untuk menerimanya dalam pasamuan bhikkhu. Para bhikkhu menyetujui permintaannya dan menerimanya ke dalam Sangha.

Ketika sang ayah pulang ke rumah, ia bertanya kepada sang ibu, “Dimanakah putraku?”. “Suamiku, tadi dia ada disini.” “Dimanakah kemungkinannya putraku berada?”, pikir sang ayah sambil mencari-cari. Tidak menemukannya, ia berkesimpulan, “Ia pasti telah pergi ke vihara.” Maka sang ayah pergi ke vihara dan ketika melihat putranya telah mengenakan jubah bhikkhu, ia menangis dan meratap sambil berkata, “Oh anakku, mengapa kau hancurkan diriku?” Tetapi sejenak kemudian, ia berpikir, “Sekarang putraku telah menjadi bhikkhu, untuk apa aku hidup berumah tangga lagi?” Maka iapun meminta kepada para bhikkhu untuk menerimanya ke dalam Sangha, dan saat itu pula ia meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi bhikkhu.

Sang ibu yang menunggu di rumah berpikir, “Mengapa putra dan suamiku lama sekali?” Tiba-tiba terpikir olehnya, “Pasti mereka telah pergi ke vihara dan menjadi bhikkhu.” Maka ia pun pergi ke vihara, dan melihat putra dan suaminya telah memakai jubah bhikkhu, ia berpikir, “Putra dan suamiku keduanya telah menjadi bhikkhu, lalu apa gunanya aku tetap tinggal di rumah?” Dan dengan keinginan sendiri, ia pun memasuki Sangha Bhikkhuni dan meninggalkan keduniawian.

Tetapi walaupun ibu, ayah dan anak tadi telah meninggalkan keduniawian, mereka tidak bisa berpisah satu sama lain; baik dalam lingkup vihara, ataupun dalam lingkungan bhikkhuni, mereka selalu duduk bersama dan menghabiskan waktu dengan mengobrol diantara mereka.
Para bhikkhu melaporkan hal tsb kepada Sang Buddha. Sang Buddha memanggil mereka dan bertanya, “Apakah benar, kalian melakukan ini dan itu?”. Mereka mengiyakan.
Sang Buddha kemudian berkata, “Mengapa kalian melakukannya? Itu bukanlah hal yang pantas dilakukan bagi bhikkhu dan bhikkhuni.”
“Tetapi sangat tidak mungkin bagi kami untuk hidup berpisah”, jawab mereka.
“Sejak meninggalkan kehidupan duniawi, berlaku demikian sungguh tidak pantas; memang sangat menyakitkan untuk tidak melihat orang yang kita sayangi, dan juga menyakitkan jika kita terpaksa harus melihat orang yang tidak kita sayangi; karenanya, baik terhadap orang maupun benda-benda, seseorang seharusnya tidak membeda-bedakan mana yang disayang ataupun tidak disayang.”

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"ayoge yuñjaṃ attānaṃ yogasmiñ ca ayojayaṃ
atthaṃ hitvā piyaggāhī pihet’ attānuyoginaṃ

mā piyehi samāgañchi appiyehi kudācanaṃ
piyānaṃ adassanaṃ dukkhaṃ appiyānañ ca dassanaṃ.

tasmā piyaṃ na kayirātha piyāpāyo hi pāpako
ganthā tesaṃ na vijjanti yesaṃ n’atthi piyāppiyam."

Orang yang memperjuangkan apa yang seharusnya dihindari,
dan tidak memperjuangkan apa yang seharusnya diperjuangkan (sila, samadhi, dan panna)
serta melekat pada kesenangan duniawi
akan merasa iri terhadap hasil yang diperoleh orang yang tekun dalam latihan.

Janganlah melekat pada apa yang dicintai atau yang tidak dicintai.
Tidak bertemu dengan mereka yang dicintai dan bertemu dengan mereka yang tidak dicintai,
keduanya merupakan penderitaan.

Oleh karena itu, seseorang hendaknya tidak menyenangi apapun;
berpisah dengan apa yang dicintai adalah menyedihkan
tiada lagi ikatan bagi mereka yang telah bebas
dari mencintai dan tidak mencintai.

-----------------------------------
Notes :

Syair diatas bukanlah berarti kita menjadi orang yang dingin dan kejam tanpa cinta kasih.
Tetapi yang harus dilepas adalah cinta/sayang yang didasari oleh kemelekatan. Kita mencintai orangtua/anak kita karena kita berpikir, ini orangtuaKU, ini anakKU, ini darah dagingKU.

Perhatikan syair diatas banyak sekali kata ‘piya’, dalam bahasa Inggris diterjemahkan sebagai affection, dear one, dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai cinta/sayang/suka.
Tetapi dalam hal ini, cinta/sayang/suka hanya tertuju kepada hal-hal/benda-benda/orang-orang tertentu.

Sang Buddha mengajarkan kita untuk mengembangkan Metta dan Karuna. Dalam bahasa Inggris, metta diterjemahkan menjadi loving-kindness, Karuna = compassion. Dalam bahasa Indonesia, metta diterjemahkan menjadi cinta-kasih dan karuna = belas kasih / welas asih.

Dua kata yang berbeda, piya dan metta, tetapi sayangnya dalam bahasa Indonesia, sama-sama diterjemahkan menjadi cinta karena kosakatanya kurang banyak. Akibatnya orang suka bingung dan mengira, kalau menjadi buddhist, kita harus cuek, menjadi dingin dan tidak perduli, nggak cinta :) .
Padahal, sebenarnya yang harus kita lepas adalah piya, dan yang harus kita kembangkan adalah metta. Metta adalah rasa cinta kasih kepada semua makhluk dan ingin membuat semua berbahagia.
Melepaskan ‘piya’ bukan berarti kita menjadi dingin dan kosong, tetapi justru memperluas lingkupan metta.
Hasilnya adalah manusia yang bukan hanya sayang kepada orang tua/anaknya, tetapi manusia yang mencintai semua makhluk, yang memperlakukan semua orang dan semua makhluk dengan ramah, hangat dan penuh kasih. Dan sayang kepada keluarganya pun bukanlah sayang yang didasari kemelekatan.

Rabu, 16 Juni 2010

Kisah Seorang Murid Awam

Suatu hari Sang Buddha mengetahui dari penglihatan-Nya bahwa terdapat seorang laki-laki miskin yang akan mampu mencapai tingkat kesucian sotapatti di desa Alavi. Maka sang Buddha pergi ke desa tersebut yang berjarak 30 yojana (+/- berkisar 180km – 450km) dari Savatthi.

Pada dini hari laki-laki tersebut kehilangan kerbau, maka dia pergi mencari kerbaunya. Sementara itu, dana makanan sedang diberikan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu di sebuah rumah di desa Alavi. Setelah bersantap, orang-orang bersiap untuk mendengarkan khotbah Sang Buddha; tetapi Sang Buddha menunggu laki-laki itu.

Setelah menemukan kerbaunya, laki-laki itu datang dengan berlari-lari ke rumah tempat Sang Buddha berada. Laki-laki tersebut letih dan lapar, maka Sang Buddha meminta pada pendana yang berada di situ untuk memberi makan kepada laki-laki tersebut. Setelah laki-laki tersebut selesai makan, Sang Buddha memberikan khotbah, menjelaskan Dhamma tahap demi tahap, dan akhirnya sampai pada penjelasan tentang `Empat Kebenaran Mulia`. Murid awam tersebut mencapai tingkat kesucian sotapatti pada saat khotbah berakhir.

Setelah itu Sang Buddha dan para bhikkhu pulang kembali ke Vihara Jetavana. Dalam perjalanan pulang, para bhikkhu berkata, sangat mengejutkan Sang Buddha meminta makanan pada pendana makanan untuk memberikan makanan kepada laki-laki muda sebelum Beliau mulai khotbah.

Mendengar perkataan tersebut, Sang Buddha menjelaskan, "Para bhikkhu, apa yang kamu katakan adalah benar, tetapi kamu tidak mengerti mengapa Saya datang ke tempat itu, yang berjarak 30 yojana; karena Saya mengetahui bahwa ia dalam kondisi siap menerima Dhamma. Jika ia merasa sangat lapar, rasa sakit kelaparan itu akan menghalangi ia menerima Dhamma secara utuh. Laki-laki itu telah bepergian mencari kerbaunya sepanjang pagi, oleh karena itu ia sangat letih dan juga sangat lapar. Para bhikkhu, dari semuanya, tidak ada penderitaan yang sangat sulit ditanggung seperti kelaparan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Jighacchāparamā rogā
saṃkhārā paramā dukhā
etaṃ ñatvā yathābhūtam
nibbānaṃ paramaṃ sukhaṃ."

Kelaparan merupakan penyakit yang paling berat.
Segala sesuatu yang berkondisi merupakan penderitaan yang paling besar.
Setelah mengetahui hal ini sebagaimana adanya,
orang bijaksana memahami bahwa nibbana merupakan kebahagiaan tertinggi.

Kamis, 10 Juni 2010

Kisah Mara

Pada suatu kesempatan, Sang Buddha dengan kemampuan batin luar biasa Beliau, melihat lima ratus gadis dari desa Pancasala yang akan mencapai tingkat kesucian sotapatti. Oleh karena itu, Sang Buddha pergi dan tinggal di dekat desa tersebut. Kelima ratus gadis pergi mandi ke sungai; setelah selesai mandi mereka pergi ke desa dengan berpakaian lengkap, karena hari itu adalah hari festival.

Pada waktu bersamaan, Sang Buddha memasuki desa Pancasala untuk berpindapatta, tetapi tidak seorangpun penduduk desa memberi dana kepada Sang Buddha karena mereka telah dipengaruhi oleh Mara.

Pada saat perjalanan pulang Sang Buddha bertemu dengan Mara, yang dengan cepat bertanya pada Sang Buddha apakah Sang Buddha sudah menerima dana makanan cukup.

Sang Buddha melihat kedatangan Mara bersamaan dengan kegagalan Beliau untuk mendapatkan dana makanan pada hari itu dan berkata, "Kamu Mara jahat, adalah kamu yang menyuruh penduduk desa untuk menolak saya. Karena kau telah mempengaruhi mereka untuk tidak memberi dana makanan pada saya. Betul tidak ?"

Mara tidak menjawab pertanyaan itu, tetapi dia berpikir akan memperolok Sang Buddha dengan membujuknya kembali ke desa, sehingga penduduk desa akan menghina Sang Buddha dengan memperolok-olokNya. Maka Mara menyarankan, "O Buddha, mengapa Engkau tidak kembali ke desa lagi? Kali ini Engkau pasti akan mendapatkan makanan."

Sejenak kemudian, kelima ratus gadis desa tiba di tempat itu dan menghormat Sang Buddha. Di tengah kehadiran mereka, Mara mengejek Sang Buddha, "O Buddha, Engkau tidak menerima dana makanan pagi ini, Engkau pasti merasa sakit karena kelaparan!"

Kepada Mara, Sang Buddha menjawab, "O Mara jahat, meskipun kami tidak mendapatkan makanan, seperti Brahma Abhassara yang hidup dengan kepuasan yang sangat menyenangkan (piti) dan kebahagiaan (sukha) pemusatan pikiran (jhana), kami hidup dengan kepuasan yang menyenangkan dan kabahagiaan Dhamma."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Susukhaṃ vata jīvāma
yesan no n’atthi kiñcanaṃ
pītibhakkhā bhavissāma
devā ābhassarā yathā."

Sungguh bahagia hidup kita ini
tanpa memiliki suatu apapun
seperti dewa-dewa di alam abhassara
yang hidup dari kegembiraan (piti) sebagai makanan

Lima ratus gadis mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Rabu, 02 Juni 2010

Kisah Raja Naga Erakapatta

Ada seekor raja naga yang bernama Erakapatta. Dalam salah satu kehidupannya yang lampau sewaktu masa Buddha Kassapa ia telah menjadi seorang bhikkhu untuk waktu yang lama. Karena kegelisahan (kukkucca) terhadap pelanggaran kecil* yang telah diperbuatnya, ia terlahir sebagai seekor naga. Sebagai seekor naga, ia menunggu munculnya seorang Buddha baru. Erakapatta memiliki seorang putri yang cantik, dan melalui putrinya itu ia bertujuan menemukan Sang Buddha. Ia mengumumkan bahwa siapapun yang dapat menjawab pertanyaan sang putri berhak memperistrinya. Dua kali dalam sebulan, Ekarapatta menyuruh putrinya menari di tempat terbuka dan menyanyikan pertanyaan-pertanyaannya. Banyak pelamar yang datang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya dan berharap memilikinya, tetapi tak seorangpun dapat memberikan jawaban yang benar.

Suatu hari, melalui kekuatan mata-batinNya, Sang Buddha nampak seorang pemuda yang bernama Uttara. Beliau juga mengetahui bahwa si pemuda akan mencapai tingkat kesucian sotapatti, sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh putri Ekarapatta, sang naga. Waktu itu si pemuda telah berangkat dalam perjalanannya untuk bertemu dengan putri Ekarapatta. Sang Buddha menghentikannya dan mengajarinya bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ketika sedang diberi pelajaran, Uttara mencapai tingkat kesucian sotapatti. Sekarang di saat ia telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, ia tidak lagi memiliki keinginan terhadap putri Erakapatta. Bagaimanapun Uttara tetap pergi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk kebaikan pagi para makhluk.

Keempat pertanyaan pertama adalah sebagai berikut :
1. Siapakah penguasa ?
2. Apakah seseorang yang diliputi oleh kabut kekotoran batin dapat disebut sebagai seorang penguasa?
3. Penguasa apakah yang bebas dari kekotoran batin?
4. Orang yang seperti apakah yang disebut bodoh?

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Ia yang mengontrol keenam indra adalah seorang penguasa.
2. Seseorang yang diliputi oleh kabut kekotoran batin tidak dapat disebut seorang penguasa; ia yang bebas dari kemelekatan disebut seorang penguasa.
3. Penguasa yang bebas dari kemelekatan adalah yang bebas dari kekotoran moral.
4. Seseorang yang menginginkan kesenangan-kesenangan hawa nafsu adalah yang disebut bodoh.

Mendapat jawaban yang benar seperti di atas, putri naga kemudian menyanyikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan arus hawa nafsu, kehidupan berulang-ulang, pandangan-pandangan salah, dan ketidaktahuan, dan bagaimana dapat menanggulanginya. Uttara menjawab pertanyaan-pertanyaan ini seperti yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.

Ketika Erapatta mendengar jawaban-jawaban ini, ia tahu bahwa seorang Buddha telah muncul di dunia ini. Sehingga ia meminta kepada Uttara untuk mengantarkannya menghadap Sang Buddha. Saat melihat Sang Buddha, Erakapatta menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia telah menjadi seorang bhikkhu selama masa Buddha Kassapa, bagaimana ia tidak sengaja menyebabkan sebilah pisau rumput patah ketika ia sedang melakukan perjalanan di atas perahu, dan bagaimana ia sangat khawatir karena ia tidak melakukan pengakuan atas kesalahan kecil tersebut sebagaimana mestinya, dan akhirnya bagaimana ia terlahir sebagai seekor naga.

Setelah mendengarnya, Sang Buddha mengatakan kepada sang naga, betapa sulit untuk dilahirkan di alam manusia, dan untuk dilahirkan pada saat munculnya para Buddha atau selama para Buddha mengajar.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Kiccho manussapaṭilābho
kicchaṃ maccāna jīvitaṃ
kicchaṃ saddhammassavanaṃ
kiccho buddhānam uppādo."

Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia,
sungguh sulit kehidupan manusia,
sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar,
begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.

Khotbah di atas bermanfaat bagi banyak makhluk. Erakapatta sebagai seekor hewan tidak dapat mencapai tingkat kesucian sotapatti.

-------------------------------
Notes :
* Mungkin kalian jadi bingung, kok cuma gara-gara matahin daun rumput aja bisa jadi naga sih?

Ceritanya, Erakapatta sewaktu menjadi bhikkhu di kehidupan lalunya, sedang naik perahu di sungai Gangga, lalu memegang daun/tumbuhan yang tumbuh di tepi sungai, tetapi ia tidak segera melepasnya sehingga bersamaan dengan melajunya perahu, daun/rumput/tanaman itu menjadi robek/rusak. Hal ini termasuk pelanggaran kecil vinaya kebhikkhuan.
Sayangnya sumber bahasa Inggrisnya tidak mengutip istilah bahasa Palinya sehingga saya sulit mencari rujukan balik ke aslinya.
Inilah pentingnya untuk menjaga/mengutip istilah Palinya, agar suatu hari nanti orang bisa menelusuri kembali ke istilah aslinya agar terjemahannya tidak semakin jauh melenceng. (ngedumel.com :)

Anyway, berdasarkan ingatan kasar di otak saya, kemungkinan ini adalah pelanggaran karena merusak tanaman. Karena repot banget nyarinya rujukannya dan penalti apa yang harus dilakukan jika melakukan pelanggaran tsb? Jadi aku ceritakan garis besar kira-kiranya saja yah? Biasanya pelanggaran2 kecil ini harus diakui di hadapan Sangha, dan lalu si pelanggar ‘didisiplinkan’, baru kemudian ia boleh kembali seperti biasa.

Nah, rupanya bhikkhu Erakapatta ini tidak melakukan pengakuan dan karenanya tidak didisiplinkan sebagaimana mestinya, dan ketika ia menjelang ajalnya, timbullah dalam dirinya rasa kegelisahan yang teramat besar karena dia tidak mengakui pelanggaran tsb. Akibat pikiran yang kacau ini pada saat menjelang ajal, maka ia terlahir kembali menjadi naga.

Pada saat meninggal, keadaan pikiran kita sangat penting dalam menentukan kelahiran berikutnya. Jika pikiran gelisah, tidak tenang, ataupun melekat terhadap benda/situasi/keluarga dll, otomatis kelahiran berikutnya akan terpengaruh.
Karenanya, adalah sangat penting menjaga ketenangan batin dan pikiran orang yang meninggal, jika kita sungguh-sungguh mencintai orang yang meninggal tersebut, seyogyanya kita tidak memperkeruh suasana atau menyebabkan timbulnya perasaan-perasaan negatif dalam orang yang meninggal tersebut. Sebaliknya, timbulkanlah perasaan-perasaan positif.
Adalah sangat baik jika kita membacakan paritta, sutta, ataupun mantra dll, lebih bagus lagi jika paritta/sutta/mantra tersebut adalah yang berhubungan dengan pelepasan, penguatan keyakinan kepada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma, Sangha), dll. Untuk umat awam yang berbakti dan menjaga sila dengan baik, dapat dibacakan Sotapattisamyutta.
Untuk yang Mahayana; Sutra tentang Amitabha (AhMiTuo Cing), Wang Sen Cou, adalah baik untuk menunjang kelahiran di Sukhavati. Untuk para praktisi tantra bisa juga dibacakan instruksi mengenai Bardo untuk mengingatkannya langkah-langkah apa yang harus diambil dalam proses kematian/kelahiran kembali itu.

Sebagian orang yang beragama lain berpikir saat orang tuanya menjelang ajal, ini adalah kesempatan baik untuk membaptis orangtuanya, mereka berpikir ini adalah hal yang baik supaya orang tuanya dapat diterima di surga (menurut kepercayaan mereka), karena selama masa hidupnya ortu tidak mau pindah agama. Nah sekarang menjelang ajal, sudah tak bisa protes lagi, mari dibaptis supaya masuk surga. Tetapi, walaupun tidak bisa protes secara ucapan, jika batinnya tidak setuju, ragu-ragu, dan bahkan marah atau kesal, justru ini malah membawa kelahiran yang tidak baik bagi orang tuanya tersebut. So, saya sungguh merasa kasihan kepada orang-orang tua yang anak-anaknya telah berpindah agama, lalu pada waktu ajalnya dibaptis pindah ke agama lain. Maksudnya sih baik, tapi akibatnya bisa fatal.

Oya, naga bisa bersalin rupa mengambil wujud sebagai manusia, kalau nggak gitu, tentu tak ada yang mau menikahi si putri naga ..hehehe…
Naga-naga ini berada di bawah komando Virupakkha, salah satu dari Empat Raja Dewa di Catummaharajika.

Kisah Kala, Putra Anathapindika

Kala, putra Anathapindika, selalu menghindar ketika Sang Buddha dan para bhikkhu rombonganNya datang berkunjung ke rumahnya.

Anathapindika khawatir jika putranya tetap bersikap seperti itu, ia akan terlahir kembali di salah satu alam yang rendah (apaya). Ia membujuk putranya dengan menjanjikan sejumlah uang. Anathapindika berjanji untuk memberikan 100 keping uang jika putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana selama sehari pada saat hari uposatha. Putranya pergi ke vihara dan pulang kembali pada esok harinya, tanpa mendengarkan khotbah-khotbah. Ayahnya memberikan nasi kepadanya, tetapi daripada mengambil makanannya, ia terlebih dahulu menuntut untuk diberi uang.

Pada hari berikutnya, sang ayah berkata pada putranya, "Putraku, jika kamu mempelajari sebait syair dari Sang Buddha, saya akan memberimu 1000 keping pada saat kau kembali." Kemudian Kala pergi ke vihara, dan mengatakan kepada Sang Buddha bahwa ia ingin mempelajari sesuatu. Sang Buddha memberikannya sebuah syair pendek untuk dihapal luar kepala; sekaligus membuat si pemuda tidak bisa menghapalnya. Jadi, si pemuda harus mengulangi satu syair berulang ulang kali. Karena ia harus mengulanginya berulang kali, pada akhirnya ia mengerti penuh tentang Dhamma dan mencapai tingkat kesucian sotapatti.

Pagi-pagi sekali pada hari berikutnya, ia mengikuti Sang Buddha dan para bhikkhu menuju ke rumah orang tuanya. Tetapi pada hari itu, ia dengan diam-diam berharap, "Saya berharap ayahku tidak memberikan 1000 keping itu di depan Sang Buddha nanti. Saya tidak berharap Sang Buddha mengetahui bahwa saya berdiam di vihara hanya demi uang."

Ayahnya memberikan dana makanan kepada Sang Buddha dan para bhikkhu, dan juga kepadanya. Kemudian, ayahnya membawa 1000 keping uang, dan menyuruh Kala untuk mengambil uang tersebut tetapi diluar dugaannya, Kala menolak. Ayahnya memaksa Kala untuk menerima uang itu, tetapi Kala tetap menolak. Kemudian, Anathapindika berkata kepada Sang Buddha, "Bhante, putra saya benar-benar berubah; sekarang ia berkelakuan sangat menyenangkan." Kemudian ia menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia membujuk putranya dengan uang agar putranya berkenan pergi ke vihara dan berdiam di sana pada saat hari uposatha, serta untuk mepelajari beberapa syair Dhamma.

Sang Buddha menjawab, "Anathapindika! Hari ini, putramu telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, yang lebih baik daripada kekayaan kerajaan duniawi atau alam para dewa maupun alam para brahma."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Pathavyā ekarajjena
saggassa gamanena vā
sabbalokādhipāccena
sotāpattiphalaṃ varaṃ."

Ada yang lebih baik
daripada kekuasaan mutlak atas bumi,
daripada pergi ke surga,
atau daripada memerintah seluruh dunia,
yakni hasil kemuliaan dari seorang suci
yang telah memenangkan arus (sotapatti-phala).

Jumat, 21 Mei 2010

Kisah Tiga Puluh Bhikkhu

Suatu saat tiga puluh bhikkhu datang untuk memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Ketika mereka masuk, Y.A. Ananda, yang berada di samping Sang Buddha, meninggalkan ruangan dan menunggu di luar. Setelah beberapa waktu, Ananda Thera masuk, tetapi dia tidak menemukan seorang bhikkhu pun. Sehingga, dia bertanya kepada Sang Buddha kemana para bhikkhu itu telah pergi. Kemudian Sang Buddha menjawab, "Ananda, kesemua bhikkhu itu, setelah mendengar khotbah saya, telah mencapai tingkat kesucian arahat, dan dengan kemampuan iddhi, mereka meninggalkan ruang ini dengan terbang di udara."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Haṃsādiccapathe yanti
ākāse yanti iddhiyā
nīyanti dhīrā lokaṃhā
jetvā Māraṃ savāhanaṃ."

Kawanan angsa terbang di lintasan matahari,
orang-orang yang memiliki kekuatan gaib terbang di udara.
Orang bijaksana berjalan menuju kesucian
setelah menaklukkan Mara beserta bala tentaranya.

Selasa, 18 Mei 2010

Theravada

1. Theravada
Theravada (Pāli: थेरवाद theravāda; Sansekerta: स्थविरवाद sthaviravāda); secara harafiah berarti, "Ajaran Sesepuh" atau "Pengajaran Dahulu", merupakan mazhab tertua Agama Buddha yang masih bertahan. Ditemukan di India. Theravada merupakan ajaran yang konservatif, dan secara menyeluruh merupakan ajaran terdekat dengan Agama Buddha pada awalnya, dan selama berabad-abad menjadi kepercayaan yang berkuasa di Sri Lanka (sekitar 70% dari penduduk) dan sebagian besar benua di Asia Tenggara (Kambodia), (Laos), (Myanmar), (Thailand). Mazhab Theravada juga dijalankan oleh sebagian minoritas dari Barat Daya Cina oleh etnik Shan dan Tai), Vietnam (oleh Khmer Krom), Bangladesh (oleh etnik group dari Barua, Chakma, dan Magh), Malaysia dan Indonesia, dan yang belakangan ini mendapatkan lebih banyak popularitas di Singapura dan Negara Barat. Sekarang ini, mazhab Theravada dari Agama Buddha mencapai lebih dari 100 juta pengikut di seluruh dunia, dan dalam dekade terakhir ini mazhab Theravada telah menanamkan akarnya di Negara Barat dan di India.

2. Mahayana
Mahayana (berasal dari bahasa Sansekerta: महायान, mahāyāna yang secara harafiah berarti 'Kendaraan Besar') adalah satu dari dua aliran utama Agama Buddha dan merupakan istilah pembagian filosofi dan ajaran Sang Buddha. Mahayana, yang dilahirkan di India, digunakan atas tiga pengertian utama:
Sebagai tradisi yang masih berada, Mahayana merupakan kumpulan terbesar dari dua tradisi Agama Buddha yang ada hari ini, yang lainnya adalah Theravada. Pembagian ini seringkali diperdebatkan oleh berbagai kelompok.
Menurut cara pembagian klasifikasi filosofi Agama Buddha berdasarkan aliran Mahayana, Mahayana merujuk kepada tingkat motifasi spiritual (yang dikenal juga dengan sebutan Bodhisattvayana) Berdasarkan pembagian ini, pendekatan pilihan yang lain disebut Hinayana, atau Shravakayana. Hal ini juga dikenal dalam Ajaran Theravada, tetapi tidak dianggap sebagai pendekatan yang sesuai.
Menurut susunan Ajaran Vajrayana mengenai pembagian jalur pengajaran, Mahayana merujuk kepada satu dari tiga jalan menuju pencerahan, dua lainnya adalah Hinayana dan Vajrayana. Pembagian pengajaran dalam Agama Buddha Vajrayana, dan tidak dikenal dalam ajaran Agama Buddha Mahayana dan Theravada.
Walaupun asal-usul keberadaan Mahayana mengacu pada Buddha Gautama, para sejarawan berkesimpulan bahwa Mahayana berasal dari India pada abad ke 1, atau abad ke 1 SM. Menurut sejarawan, Mahayana menjadi gerakan utama dalam Agama Buddha di India pada abad ke 5, mulai masa tersebut naskah-naskah Mahayana mulai muncul pada catatan prasasti di India. Sebelum abad ke 11 (ketika Mahayana masih berada di India), Sutra-sutra Mahayana masih berada dalam proses perbaikan. Oleh karena itu, beragam sutra dari sutra yang sama mungkin muncul. Terjemahan-terjemahan ini tidak dianggap oleh para sejarawan dalam membentuk sejarah Mahayana.
Dalam perjalanan sejarahnya, Mahayana menyebar keseluruh Asia Timur. Negara-negara yang menganut ajaran Mahayana sekarang ini adalah Cina, Jepang, Korea dan Vietnam dan penganut Agama Buddha Tibet (etnis Himalaya yang diakibatkan oleh invasi Cina ke Tibet). Aliran Agama Buddha Mahayana sekarang ini adalah "Pure Land", Zen, Nichiren, Singon, Tibetan dan Tendai. Ketiga terakhir memiliki aliran pengajaran baik Mahayana maupun Vajrayana.

3. Vajrayana
Vajrayana adalah suatu ajaran Buddha yang di Indonesia lebih sering dikenal dengan nama Tantra atau Tantrayana. Namun banyak juga istilah lain yang digunakan, seperti misalnya: mantrayana, ajaran mantra rahasia, ajaran Buddha eksoterik. Vajrayana adalah merupakan ajaran yang berkembang dari ajaran Buddha Mahayana, dan berbeda dalam hal praktek, bukan dalam hal filosofi.

Kisah Pangeran Abhaya

Suatu waktu, Pangeran Abhaya pulang kembali dengan kemenangan setelah berhasil memberantas sebuah pemberontakan di perbatasan negara. Raja Bimbisara sangat senang kepadanya sehingga selama tujuh hari, Abhaya yang telah memberikan kejayaan dan kemuliaan negara mendapat sambutan dan hiburan, bersama seorang gadis penari untuk menghiburnya. Pada hari terakhir, ketika si penari sedang menghibur pangeran dan teman-temannya di taman, penari itu terkena stroke yang hebat, dia terjatuh dan meninggal dunia seketika. Pangeran terkejut dan amat sangat sedih. Dengan sedih, pangeran pergi menemui Sang Buddha untuk mencari pelipur lara. Kepadanya Sang Buddha berkata, "O Pangeran, air mata yang engkau cucurkan melalui kelahiran yang berulang-ulang tidak dapat diukur. Kumpulan-kumpulan di dunia ini (khandha) adalah tempat dimana orang bodoh terlelap di dalamnya."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Etha passath’imaṃ lokaṃ
cittaṃ rājarathūpamaṃ
yattha bālā visīdanti
n’atthi saṅgo vijānataṃ."

Marilah, lihatlah dunia ini (panca khanda),
yang seperti kereta kerajaan yang penuh hiasan,
yang membuat orang bodoh terlelap di dalamnya.
Tetapi bagi orang yang mengetahui,
maka tak ada lagi ikatan dalam dirinya.

----------------------------------------
Notes :
Yup, kisah diatas mirip dengan kisah Menteri Santati di kisah nomer 142.

Kisah Sammajjana Thera

Sammajjana Thera menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menyapu halaman vihara. Pada waktu itu, Revata Thera juga tinggal di vihara, tetapi tidak seperti Sammajjana, Revata Thera mempergunakan sebagian besar waktunya untuk bermeditasi atau pemusatan batin secara mendalam. Melihat kebiasaan Revata Thera, Sammajjana Thera berpikir bahwa Thera-Thera yang lain hanya bermalas-malasan saja menghabiskan waktunya.

Suatu hari Sammajjana pergi menemui Revata Thera dan berkata, "Kamu sangat malas, hidup dari pemberian makanan yang diberikan dengan penuh keyakinan dan kemurahan hati, tidakkah kamu berpikir kamu sewaktu-waktu harus membersihkan lantai, halaman, atau tempat-tempat lain?"

Revada Thera menjawab, "Teman, seorang bhikkhu tidak seharusnya menghabiskan seluruh waktunya untuk menyapu. Ia harus menyapu pagi-pagi sekali, kemudian pergi untuk menerima dana makanan. Setelah makan, sambil merenungkan kondisi tubuhnya ia harus berusaha untuk menyadari kesunyataan tentang kumpulan-kumpulan kehidupan (khandha), atau lainnya, mengulang pelajaran sampai malam tiba. Kemudian ia dapat melakukan lagi pekerjaan menyapu jika ia menginginkannya."

Sammajjana Thera dengan tekun mengikuti saran yang diberikan oleh Revata Thera dan tidak lama kemudian Sammajjana mencapai tingkat kesucian arahat.

Bhikkhu-bhikkhu lain mengetahui sampah yang tertimbun di halaman. Mereka bertanya kepada Sammajjana, mengapa ia tidak menyapu seperti biasanya, Sammajjana menjawab, "Ketika saya tidak sadar, saya setiap saat menyapu, tetapi sekarang saya tidak lagi lengah." Ketika para bhikkhu mendengar jawaban tersebut, mereka menjadi sangsi, sehingga mereka pergi menghadap Sang Buddha, dan berkata, "Bhante, Sammajjana Thera secara tidak benar mengatakan dirinya sendiri telah menjadi seorang arahat, ia mengatakan yang tidak benar." Kepada mereka, Sang Buddha menjawab, "Sammajjana telah benar-benar mencapai tingkat kesucian arahat, ia mengatakan hal yang sebenarnya."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Yo ca pubbe pamajjitvā
pacchā so na-ppamajjati
so ‘maṃ lokaṃ pabhāseti
abbhā mutto va candimā."

Barang siapa yang sebelumnya pernah lengah,
tetapi kemudian tidak lengah,
maka ia akan menerangi dunia ini
bagaikan bulan yang terbebas dari awan.

Rabu, 12 Mei 2010

Kisah Bodhirajakumara

Suatu ketika Pangeran Bodhi membangun sebuah istana yang sangat indah untuk tempat tinggalnya. Ketika istana tersebut selesai dibangun, ia mengundang Sang Buddha untuk menerima dana makanan.

Untuk acara istimewa ini, ia menghias bangunan dengan memberi pengharum ruangan 4 macam wangi-wangian dan dupa. Juga, kain yang panjang dilembarkan di lantai untuk alas, mulai dari ambang pintu sampai ke dalam ruangan. Karena ia tidak mempunyai anak, pangeran menyatakan harapan yang sungguh-sungguh, berkata dalam hati: "Bila aku dapat mempunyai anak, Sang Buddha akan menginjak kain ini."

Ketika Sang Buddha tiba, Pangeran Bodhi dengan hormat memohon kepada Beliau sebanyak 3 kali untuk memasuki ruangan. Tetapi Sang Buddha tidak beranjak, hanya melihat pada Ananda. Ananda mengerti dan meminta kepada Pangeran Bodhi untuk memindahkan kain dari ambang pintu. Dan Sang Buddha pun masuk ke dalam istana.

Kemudian pangeran mempersembahkan makanan yang enak dan terpilih kepada Sang Buddha. Selesai makan, pangeran bertanya : " Bhante, mengapa Bhante tidak mau berjalan di atas kain alas?"

Sang Buddha bertanya balik kepada pangeran: "Bukankah pangeran membentangkan kain itu dengan harapan agar dikaruniai anak apabila Buddha berjalan di atas kain itu?"

Pangeran membenarkan pertanyaan itu. Kepadanya Sang Buddha mengatakan bahwa ia dan istrinya tidak akan memperoleh anak akibat perbuatan jahat yang mereka lakukan dimasa lampau. Sang Buddha kemudian menceritakan kisah masa lalu mereka.

Pada salah satu kehidupan mereka yang lampau, pangeran dan istrinya adalah satu-satunya orang yang selamat dari bencana kapal. Mereka terdampar pada pulau yang tidak berpenghuni. Disana mereka hidup dengan memakan telur-telur burung, anak-anak burung, dan burung, tanpa perasaan menyesal satu saat pun. Untuk perbuatan jahat itu, mereka tidak dikaruniai anak. Jika mereka mempunyai rasa sesal atas perbuatan mereka pada salah satu saat, mereka akan mempunyai satu atau dua orang anak pada kehidupan sekarang.

Kembali kepada pangeran, Sang Buddha berkata, "Seseorang yang mencintai dirinya sendiri harus menjaga dirinya sendiri di semua tahap kehidupan, atau sedikitnya dalam satu tahap kehidupannya."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Attānañ ce piyaṃ jaññā
rakkheyya naṃ surakkhitaṃ
tiṇṇaṃ aññataraṃ yāmaṃ
paṭijaggeyya paṇḍito."

Bila orang mencintai dirinya sendiri,
maka ia harus menjaga dirinya dengan baik.
Orang bijaksana selalu waspada
selama tiga masa dalam kehidupannya.

Bodhirajakumara mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

--------
Notes :
Maksud tahap kehidupan di atas adalah masa kanak-kanak, masa muda, dan masa tua.
Cara terbaik menjaga diri sendiri adalah dengan mempraktekkan kebajikan.

Kisah Devadatta

Suatu hari beberapa bhikkhu sedang bercakap-cakap diantara mereka sendiri, kemudian Sang Buddha tiba dan bertanya apa yang sedang mereka bicarakan. Mereka menjawab bahwa mereka sedang berbicara tentang Devadatta dan kemudian mereka melanjutkan, "Bhante, Devadatta adalah sungguh seorang yang tidak mempunyai moralitas, ia juga sangat serakah. Ia berusaha mendapat ketenaran dan peruntungan dengan memperoleh kepercayaan Ajatasattu melalui cara yang tidak jujur. Ia juga berusaha meyakinkan Ajatasattu bahwa dengan menyingkirkan ayahnya, ia akan segera menjadi raja yang berkuasa. Setelah dihasut oleh Devadatta, Ajatasattu membunuh ayahnya, raja yang mulia, Bimbisara. Devadatta juga telah mencoba tiga kali untuk membunuh-Mu, Guru kami yang mulia. Devadatta benar-benar sangat jahat dan tidak dapat diperbaiki."

Setelah mendengarkan para bhikkhu, Sang Buddha mengatakan pada mereka bahwa Devadatta telah mencoba membunuhnya tidak hanya pada kehidupan sekarang tetapi juga pada kehidupan yang lampau. Sang Buddha kemudian menceritakan cerita tentang pemburu rusa.

"Saat itu, ketika Raja Brahmadatta berkuasa di Baranasi, Sang Bodhisatta hidup sebagai seekor rusa, dan Devadatta saat itu adalah seorang pemburu rusa. Suatu hari, pemburu rusa melihat jejak kaki rusa di bawah sebatang pohon. Kemudian ia memasang bilah-bilah bambu diatas pohon itu sebagai tempat berpijak, dan menunggu dengan tombak yang siap dihunjamkan ke rusa. Rusa tersebut kemudian datang, tetapi ia datang dengan hati-hati. Pemburu rusa melihatnya ragu-ragu, melemparkan beberapa buah-buahan untuk membujuknya. Tetapi hal itu justru membuat rusa waspada; ia memperhatikan dengan lebih seksama dan melihat ada pemburu rusa pada dahan pohon. Rusa itu pura-pura tidak melihat pemburu tersebut dan berbalik dengan lambat. Dari jarak tertentu, rusa berseru: ‘Oh pohon, kamu selalu menjatuhkan buah-buahmu secara vertikal, tetapi hari ini kamu telah menentang hukum alam dan telah menjatuhkan buah-buahmu secara miring. Sejak kamu menentang hukum alam dari pohon, saya akan meninggalkanmu untuk berpindah ke pohon lain.’

Melihat rusa tersebut berbalik pergi, pemburu melempar tombaknya ke tanah dan berkata, ‘Ya, kamu sekarang dapat pergi; untuk hari ini, saya telah salah perhitungan.’ Rusa yang sebagai calon Buddha tersebut menjawab, ‘O, pemburu, kamu benar-benar salah perhitungan hari ini, tetapi perbuatan (kamma) burukmu tidak akan keliru, hal itu akan selalu mengikutimu.’

Jadi, Devadatta tidak saja mencoba membunuhku sekarang tetapi juga dimasa lalu, tetapi ia tidak pernah berhasil."

Kemudian Sang Buddha melanjutkan, "Para bhikkhu! Seperti tanaman menjalar yang menjerat pohon tempat tinggalnya, demikian juga ia yang tidak mempunyai moral, dikuasai oleh nafsu keinginan, akhirnya akan terlempar ke alam neraka (niraya)."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

"Yassa accantadussīlyaṃ
māluvā sālam iv’otataṃ
karoti so that’attānaṃ
yathā naṃ icchatī diso."

Orang yang berkelakuan buruk
adalah seperti tanaman menjalar maluva yang melilit pohon sala.
Ia akan terjerumus sendiri,
seperti apa yang diharapkan musuh terhadap dirinya.

Pada akhir khotbah, banyak orang mencapai tingkat kesucian Sotapatti.

Penyebaran Buddha Mahayana

Bila anda sering menonton film, anda tentu tahu film kera sakti yaitu perjalanan ke Barat untuk mengambil kitab suci. Berarti disini akan diceritakan perjalanan ke timur dalam penyebaran ajaran Buddha. Ajaran Buddha Mahayana disebut ajaran Buddha Tiongkok yang identik dengan Shaolin-nya. Dimana ajaran ini juga terdapat di negara Korea, Jepang dan Vietnam, dengan kitab sucinya Maha Tripitaka (Da Zang Jing) kanon sansekerta dan bahasa mandarin.

Tiongkok yang identik dengan ajaran Mahayana bukan berarti tidak ada ajaran lainnya. Sekte yang ada antara lain Hinayana dengan sekte Abhi Dharma Kosa (Ju She Zong), Satya Siddhi (Cheng Shi Zong) dan Mahayana dengan sekte Dharma Laksana (Fan Xian Zong), Tri-Sastra (Sam Lum Zung), Vinaya (Lu Zong), Avatamsaka (Hua Yan Zong), Tian Tai (Fa Hua Zong) dengan sub-sekte yang dikenal dari Jepang dengan nama Nichiren, Tantra (Zhe Yan Zong), Sukhavati (Jin Tu Zong) yang kita kenal dengan Buddha Amitabha (E Mi Tuo Fo), Bodhisatwa Avalokitesvara (Guan Yin Pu Sa) dan Maha Sthanaprapta (Da Shi Zhi Pu Sa), Zen (Chan Zong) dengan sub-sekte Lin Jin Zong, Wei Ji Zong, Cao Dong Zong, Yun Men Zong, Fa Yan Zong.

Ajaran Mahayana di Indonesia erat dengan sekte Zen. Hal ini dikarenakan perantau Tionghoa yang datang ke Indonesia mayoritas berasal dari Fujian dan Guan Dong, Tiongkok Selatan dimana sekte ini sangat dominan di propinsi tersebut. Bila diperhatikan maka tampak bahwa vihara-vihara Buddha Mahayana di Indonesia mempunyai hubungan dengan vihara induknya di negeri asalnya. Vihara di propinsi Fujian antara lain Kai Yuan Si, Guang Hua Si, Xi Chan Si, Chong Fu Si, dan Yung Quan Si. Sedangkan di Guan Dong antara lain Guang Xiao Si, Nam Hua Chan Si, Liu Rong Si, Yun Men Si, Bie Chuan Si, dan Kai Yuan Si.

Pada masa ini pembelajaran ajaran Mahayana banyak didapat dari Singapore, Hongkong dan Taiwan dikarenakan pada masa orde baru, Tiongkok dianggap negara komunis dan tidak ada hubungan diplomasi. Demikian datangnya ajaran agama Buddha Taiwan.

Perkembangan ajaran Mahayana di Indonesia pada umumnya terbagi atas dua yaitu Buddha Mahayana dan Buddha Tri-Dharma. Buddha Mahayana merupakan perpaduan sekte Zen dan sekte Sukhavati (unsur ke-Tiongkokannya masih kuat). Sedangkan, Buddha Tri-Dharma (Buddha Klenteng)yang ada di Indonesia adalah perpaduan Buddha Mahayana dengan budaya tradisi Dao Jiao, Run Jiao, dan budaya lokal. Dimana pengembangnya antara lain Kwee Tek Hoay, Khoe Soe Khiam, Ong Kie Tjay, dan Aggi Tje Tje.

Sekilas, sekte Tantra ternyata pernah ada di Indonesia yaitu pada abad ke 9 yang kemudian hilang. Sekte Tantra Indonesia ini dimulai ketika kedatangan Subha Karasingha,Vajra Bodhi dan Amongha Vajra ke Indonesia. Ketika penyebarannya ke Tiongkok, ajaran tantra ini diturunkan kepada Hui Guo. Dimana murid Hui Guo yang bernama Ban Hong dari kerajaan Kalingga Indonesia. Dimana ini yang akan menjadi cekal bakalnya Tantra Laut Kidul (Tantra Borobudur).

Candi Kuno Mahayana banyak terdapat di Indonesia. Candi dari abad ke 9 antara lain situs candi Mendut, Pawon, Borobudur, Kalasan, Sewu, Plaosan yang mana terdapat di Jawa Tengah, kabupaten Magelang dan DI Yogyakarta. Candi dari abad ke 11, situs candi Muara Jambi di Sumatra, Jambi. Candi abad ke 12, situs candi Muara Takus di Sumatra Riau, Pekanbaru.

Kisah Upasaka Culakala

Culakala adalah seorang upasaka yang sangat mentaati peraturan uposatha pada hari-hari tertentu dan tinggal sepanjang malam di Vihara Jetavana, untuk mendengarkan uraian Dhamma. Keesokan pagi harinya, ketika ia mencuci muka di kolam dekat vihara, beberapa pencuri meninggalkan seberkas barang curian di dekatnya. Pemilik barang melihat Culakala berada dekat barang-barangnya yang dicuri. Mengira Culakala adalah pencurinya, ia memukulnya dengan keras. Untunglah beberapa pelayan wanita yang datang untuk mengambil air dan menyatakan bahwa mereka mengenalinya, bahwa ia bukanlah pencuri. Kemudian Culakala dilepaskan.

Ketika Sang Buddha mendengar hal tersebut, Beliau berkata kepada Culakala, "Kamu dilepaskan tidak hanya karena pelayan-pelayan wanita berkata bahwa kamu bukanlah pencuri, tetapi juga karena kamu tidak mencuri dan oleh sebab itu kamu tidak bersalah. Barang siapa yang berbuat jahat akan ke alam neraka (niraya), tetapi barang siapa yang berbuat baik akan terlahir kembali di alam sorga (dewa) atau merealisir kebebasan mutlak (nibbana)."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Attanā va kataṃ pāpaṃ attanā saṃkilissati
attanā akataṃ pāpaṃ attanā va visujjhati
suddhī asuddhī paccattaṃ nāñño aññaṃ visodhaye."

Oleh diri sendiri kejahatan dilakukan,
oleh diri sendiri seseorang menjadi suci.
Suci atau tidak suci tergantung pada diri sendiri.
Tak seseorang pun yang dapat menyucikan orang lain.

Upasaka Culakala mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Minggu, 25 April 2010

Kisah Laludayi Thera

Laludayi adalah seorang bhikkhu yang lamban dalam berpikir dan pelamun. Walaupun telah berusaha keras, dia tidak pernah bisa mengatakan hal yang sesuai dengan situasi pada saat itu. Oleh karena itu, pada kesempatan yang gembira dan penuh harapan dia berbicara tentang kesedihan, dan pada kesempatan yang menyedihkan dia berbicara tentang kesenangan dan kebahagiaan. Selain itu, dia tidak pernah menyadari bahwa dia telah mengucapkan hal yang tidak tepat dalam situasi tertentu.

Ketika diberitahu tentang hal ini, Sang Buddha berkata, "Orang seperti Laludayi, yang memiliki sedikit pengertian sama halnya seperti seekor lembu jantan."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut:

Appassutāyaṃ puriso
balivaddo va jīrati
maṃsāni tassa vaḍḍhanti
pañña tassa na vaḍḍhati

Orang yang hanya belajar sedikit akan menjadi tua seperti seekor sapi;
dagingnya bertambah tetapi kebijaksanaannya tidak bertambah.

Selasa, 20 April 2010

Kisah Bhikkhu-bhikkhu Adhimanika

Setelah lima ratus bhikkhu mendapatkan cara-cara bermeditasi dari Sang Buddha, mereka pergi ke hutan. Di sana mereka melatih meditasi dengan bersemangat dan rajin sehingga mencapai ''Penunggalan Kesadaran'' (jhana). Setelah mencapai jhana mereka berpikir bahwa mereka telah bebas dari hawa nafsu oleh karena itu mereka telah mencapai tingkat kesucian arahat. Pada hal kenyataannya, mereka hanya menilai dirinya sendiri berlebihan. Mereka pergi menjumpai Sang Buddha dengan maksud untuk memberitahukan tentang pencapaian ke-arahat-an mereka.

Ketika mereka tiba di gerbang luar vihara, Sang Buddha berkata kepada Y.A. Ananda, "Bhikkhu-bhikkhu itu tidak akan mendapat banyak manfaat apabila menemui Tathagatha sekarang, biarkan mereka pergi ke kuburan sekarang, baru kemudian menemui Tathagatha sesudahnya."

Kemudian Ananda memberitahukan pesan Sang Buddha kepada para bhikkhu, dan mereka merenung, "Sang Buddha mengetahui segalanya, Beliau pasti mempunyai beberapa alasan agar kita pergi ke kuburan terlebih dahulu." Maka pergilah para bhikkhu itu ke kuburan.

Disana, mereka melihat banyak mayat yang telah membusuk, dan mereka dapat melihatnya hanya sebagai kerangka, dan tulang belulang. Tetapi ketika mereka melihat mayat-mayat yang baru, mereka menyadari bahwa mereka masih memiliki hawa nafsu.

Sang Buddha dengan iddhi / kemampuan batin luar biasa Beliau melihat mereka dan muncul di hadapan para bhikkhu, kemudian Beliau berkata, "Para bhikkhu! Dengan melihat tulang belulang yang telah memutih, apakah pantas mempunyai hawa nafsu dalam dirimu?"

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Yān’imāni apatthāni
alāpūn’eva sārade
kāpotakāni aṭṭhini
tāni disvāna kā rati."

Bagaikan labu yang dibuang pada musim gugur,
demikian pula halnya dengan tulang-tulang yang memutih ini.
Kesenangan apakah yang didapat dari memandangnya?

Lima ratus bhikkhu mencapai tingkat kesucian arahat setelah khotbah Dhamma itu berakhir.

Senin, 19 April 2010

Setting yahoomail di Outlook Express

Seperti yang saya janjikan pada posting sebelumnya, saya mencoba membantu untuk setting account Yahoomail di aplikasi e-mail client Outlook Express. Aplikasi ini adalah aplikasi standar dari Windows XP, jadi semua pengguna Windows XP seharusnya sudah memilikinya. Seperti inilah caranya:

1. Dari menu Tools, pilih “Accounts.”
2. Pilih tab “Mail.”
3. Klik tombol “Add”.
4. Dari menu Add, klik “Mail.”
5. Pada kotak berlabel Display Name, ketik nama Anda dan klik “Next.”
6. Pada kotak Email Address, ketik alamat yahoomail Anda (pastikan untuk mencantumkan “@yahoo.co.id”) kemudian klik “Next.”
7. Di bawah “My incoming mail server is a…” pilih “POP3.”
8. Ketik “pop.mail.yahoo.co.id” pada kotak Incoming Mail (POP3, IMAP, atau HTTP) Server.
9. Ketik “smtp.mail.yahoo.co.id” pada kotak Outgoing Mail (SMTP) Server.
10. Klik “Next.”
11. Dalam kotak Account Name, ketik ID yahoomail Anda (alamat e-mail Anda tanpa “@yahoo.co.id”, atau jika anda menggunakan alamat baru yahoo rocketmail atau ymail, maka tulis seluruhnya).
12. Pada kotak Password, ketik password yahoomail Anda.
13. Jika Anda ingin Outlook Express mengingat password Anda, contreng (ceklist) kotak “Remember password.”
14. Jangan mencontreng kotak berlabel “Log on using Secure…”
15. Klik “Next.”
16. Klik “Finish.”

Penting: Sekarang server SMTP yahoomail memerlukan autentikasi. Untuk mengaktifkan setting ini:

1. Dari menu Tools, pilih “Accounts.”
2. Pilih tab “Mail.”
3. Klik dua kali akun berlabel “pop.mail.yahoo.co.id.”
4. Pilih tab “Servers.”
5. Contreng kotak di sebelah “My Server Requires Authentication.”
6. Klik “OK.”

Untuk mengendalikan penghapusan surat dari server yahoomail:

1. Dari menu Tools, pilih “Accounts.”
2. Pilih tab “Mail.”
3. Klik dua kali account berlabel “pop.mail.yahoo.co.id.”
4. Pilih tab “Advanced.”
5. Pada bagian Delivery di bagian bawah, contreng “Leave a copy of messages on server” jika Anda ingin menyimpan pesan Surat e-mail pada server yahoomail selain juga pada komputer lokal Anda. Jangan mencontreng kotak ini jika Anda ingin surat dihapus dari server yahoomail setelah Anda mendownloadnya di Outlook Express.

Jika ISP Anda memblokir port 25 atau jika Anda tidak bisa mengirimkan email, maka Anda harus menggunakan port 587 apabila mengirimkan lewat server SMTP Yahoo. Untuk merubahan ini, petunjuknya sebagai berikut:

1. Dari menu Tools, pilih “Accounts.”
2. Pilih account POP yahoo dan klik “Properties.”
3. Klik tab “Advanced.”
4. Di samping “Outgoing server (SMTP), ubah port 25 menjadi 587
5. Klik “Apply,” lalu klik “OK” dan “Close”

rahasia di xp

CON adalah salah satu reserved words di windows yang ga boleh dipake.

Sama hal-nya dengan prn NUL, COM1-COM9, LPT1-LPT9.

Ini jg berlaku di Linux, dimana hardware resource direpresentasikan layaknya suatu file.

Misalnya: /dev/tty, /dev/null dsb.

Tapi kita tetep bisa kok bikin folder CON, caranya:

- buka command prompt

- ketik ‘mkdir \\.\c:\con’

- akses direktori ‘dir \\.\c:\con’

- hapus direktori ‘rmdir \\.\c:\con’

Pas waktu kalimat ‘bush hid the facts’ disimpan ke sebuah file,notepad menyimpan tanpa masalah.

Bisa dibuktikan dengan membuka file tersebut dengan editor lain, misalnya wordpad.

Masalah baru muncul waktu file tsb dibuka oleh notepad itu sendiri.

Sebelum membuka file itu, notepad berusaha ngedeteksi encoding yg digunakan.

Ternyata algoritma deteksi ini keliru jika file yang dimaksud mengandung kalimat dengan

pola 4-3-3-5 karakter sehingga membentuk kode ASCII tertentu.

Akibatnya file yg disimpan dalam encoding ANSI tsb malah dibuka dalam encoding UTF-16.

Sama sperti kalau kita membuat suatu program, lumrah kalo pengembang software ‘menyisipkan’ hal-hal yang menarik di software buatannya.

Hal-hal ini disembunyikan dan dapat diakses dengan cara-cara/trik-trik tertentu.

Ini disebut ‘easter egg’. Trik di word itu salah satu easter egg.

Semoga Menambah Pengetahuan anda

menampilkan isi desktop di notepad dengan cmd

dir /o /d /s >test.txt

membuat file dari cmd

copy con namafile.mdb / .xls / .doc

shutdown komputer dengan mengeluarkan comment

shutdown.exe -s -t 60 -c “comment yang mau di munculkan”

mengunci folder dengan system GUI

1. buka my computer -> Tools -> Folder Options -> view -> Use simple sharing ( Recommended) “ada di paling bawah” -> apply -> ok

2. pilih folder yang ingin dikunci (Access denied) -> klik kanan -> properties -> security -> di bagian “Group or user names” pilih user yang mana yang

tidak boleh mengakses folder tersebut / folder yang ingin dikunci -> di bagian “Full control” centang “Allow” apabila bisa di akses dari user lainnya

dan sedangkan “Deny” tidak bisa diakses oleh user yang anda pilih di bagian “Group or user names”..

mengunci folder dengan system DOS

1.buka run

2.ketik cmd enter

3.masuk ke partisi dimana folder yang anda ingin kunci. misalkan di folder yang ingin anda kunci D:

4.ketik D:\cacls nama folder /d nama user

membuka folder yang dikunci dari DOS

1.buka run

2.ketik cmd enter

3.masuk ke partisi dimana folder yang anda ingin buka. misalkan di folder yang ingin anda buka D:

4.ketik D:\cacls nama folder /g nama user:f

mematikan proses dari DOS

1.buka run

2.ketik cmd enter

3.ketik taskkill /f /im notepad.exe enter.

Bandwith

Memonopoli bandwith agar komp super cepat koneksi internet

Teman2 prnah ga ngersa klo lgi koneksi tersa amt lambt bgt..

knp ci bsa lambt… karena birate’na kta trbatsi

tpi da solusinya…

biar dowmnload smkin cpet, trus koneksi smkin ngacir..

1). Buka Browser Mozilla Firefox

2). Pada Address Bar Ketik : about:CONFIG

3). Cari string di bawah ini : ( pastikan semua srting dibawah “TRUE”)

contoh menggantingnya :

NETWORK.HTTP.PIPELINING FALSE ==> klik kanan dan pilih “Toggle”

NETWORK.HTTP.PIPELINING TRUE

NETWORK.HTTP.PIPELINING.MAXREQUESTS 64

NETWORK.HTTP.PROXY.PIPELINING TRUE

NETWORK.PROXY.SHARE_PROXY_SETTINGS FALSE <=== ini harus False

4). buat srting baru caranya : Klik Kiri 1X Dimana Saja, Klik Kanan [/b]NEW>>INTEGER[/b]

5). Ketik : NGLAYOUT.INITIALPAINT.DELAY Beri Nilai 0

6). Kemudian REFRESH atau Tekan F5

7). Pada Address Bar Ketik : about:BLANK

Klik Menu:

Untuk OS Windows XP TOOLS>>OPTIONS>>WEB FEATURES

Untuk OS Linux ( Vector ) EDIT >> PREFERENCES

Untuk Setting yang berbeda di beberapa OS EDIT >>ADVANCED

9). Pada Option :

ALLOW WEB SITES TO INSTALL SOFTWARE Beri Tanda Check Box Untuk mengaktifkan

10).Kemudian Tekan OK Lalu REFRESH ( F5 )

11).Masuk Ke Link Ini :

https://addons.mozilla.org/en-US/firefox…fox&id=125

atau :

https://addons.mozilla.org/extensions/mo…ed=firefox

12).Download Software SwitchProxy Tool Versi 1.3.4

13).Setelah Selesai Jangan Tekan Tombol UPDATE

14).Klik Tanda X (tutup)Yang Ada Di Pojok Kanan Atas Dari POP UP Window Yang Muncul

15).Tutup Semua Browser Mozilla FireFox,

16).Kemudian Buka Lagi Untuk Mengaktifkan Software SwitchProxy Tool Versi 1.3.4 Yang sudah di Install Tadi

17).Kalo Instalasi Sukses, Akan Muncul Toolbar tambahan Di Bawah Toolbar Navigasi & Address Bar.

Sekarang Browser Mozilla Siap Untuk Digunakan…….

:: Message ::

– Software SwitchProxy Tool Versi 1.3.4 Ini selain untuk Mengganti Proxy Secara Otomatis Di Browser Mozilla FireFox, Engine-nya Juga Berpengaruh terhadap Kecepatan Koneksi Internet

– Cara Ini Sangat Efektif Bila Digunakan Di Warnet Yang Padat Pengunjung untuk Menyedot Bandwidth ( Mayoritas kecepatan akses Internet ) Ke Komputer Yang Sedang Anda Pakai

– Perubahan Yang Signifikan Terjadi Pada koneksi Internet Dengan BROADBAND / VSAT

Klik 2x di settingan dan masukin angka-angka ini – untuk true / false booleans – mereka bakal ganti otomatis begitu klik 2x

Code:

browser.tabs.showSingleWindowModePrefs – true

network.http.max-connections – 64

network.http.max-connections-per-server – 20

network.http.max-persistent-connections-per-proxy – 10

network.http.max-persistent-connections-per-server – 4

network.http.pipelining – true

network.http.pipelining.maxrequests – 100

network.http.proxy.pipelining – true

network.http.request.timeout – 300

network.http.request.max-start-delay = 0

nglayout.initialpaint.delay = 0

If nglayout.initialpaint.delay doesnt exist, Right click, new integer.

Optional:

Code:

network.http.max-persistent-connections-per-proxy = 10

network.http.proxy.pipelining = true

network.http.proxy.version = 1.0

Tutup mozilla trus jalanin lagi.

Sekarang Mozilla lo mengGILAAAAAAAAAA!!!.

WARNING:

Settingan ini bikin lo ngedonlot situs dengan amat KESURUPAN, BUT bikin Overload luar biasa ke situs yang lo tuju!

Ga bermaksud apa-apa selain kompi lain yang dapat share internet bakal lemod ABEZZZ gara-gara lo sedot benwidnya!

Next tip:

Disable IPv6 di Firefox buat bikin sejuk kecepatan load page lo!!…….. soalnya hamper semua site dah ga make IPv4………..

Buka Firefox………ketik “about:config” (enter)

cari :Network.dns.disableIPv6

Klik 2x buat ngerubah jadi ‘true’ trus restart Firefox.

Lo bakal mempercepat akses browsing………page per page.

Sekarang Firefox bener-bener dah GILAAAAAAAA buat lo!…

nglayout.initialpaint.delay bisa dirubah yg mana aja…bisa 0 bisa 300 ada juga yg set 30…tergantung kebutuhan…..coba 0 dulu…baru nanti kl ga ada perubahan naikan ke 300 atau nilai yg dirasa memuaskan

For ADSL:

Code:

1. Type: about:config

2. Set:

network.http.max-connections : 64

network.http.max-connections-per-server : 21

network.http.max-persistent-connections-per-server : 8

network.http.pipelining : true

network.http.pipelining.maxrequests : 100

network.http.proxy.pipelining : true

3. Lastly right-click anywhere and select New-> Integer. Name it “nglayout.initialpaint.delay” and set its value to “0″. This value is the amount of time the browser waits before it acts on information it recieves. (Copy from TvM)[/code]

For Dial_ip:

Code:

browser.cache.disk_cache_ssl : true

browser.xul.error_pages.enabled : true

content.interrupt.parsing : true

content.max.tokenizing.time : 3000000

content.maxtextrun : 8191

content.notify.backoffcount : 5

content.notify.interval : 750000

content.notify.ontimer : true

content.switch.threshold : 750000

network.http.max-connections : 32

network.http.max-connections-per-server : 8

network.http.max-persistent-connections-per-proxy : 8

network.http.max-persistent-connections-per-server : 4

network.http.pipelining : true

network.http.pipelining.maxrequests : 8

network.http.proxy.pipelining : true

nglayout.initialpaint.delay : 750

plugin.expose_full_path : true

signed.applets.codebase_principal_support : true