Ada seekor raja naga yang bernama Erakapatta. Dalam salah satu kehidupannya yang lampau sewaktu masa Buddha Kassapa ia telah menjadi seorang bhikkhu untuk waktu yang lama. Karena kegelisahan (kukkucca) terhadap pelanggaran kecil* yang telah diperbuatnya, ia terlahir sebagai seekor naga. Sebagai seekor naga, ia menunggu munculnya seorang Buddha baru. Erakapatta memiliki seorang putri yang cantik, dan melalui putrinya itu ia bertujuan menemukan Sang Buddha. Ia mengumumkan bahwa siapapun yang dapat menjawab pertanyaan sang putri berhak memperistrinya. Dua kali dalam sebulan, Ekarapatta menyuruh putrinya menari di tempat terbuka dan menyanyikan pertanyaan-pertanyaannya. Banyak pelamar yang datang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya dan berharap memilikinya, tetapi tak seorangpun dapat memberikan jawaban yang benar.
Suatu hari, melalui kekuatan mata-batinNya, Sang Buddha nampak seorang pemuda yang bernama Uttara. Beliau juga mengetahui bahwa si pemuda akan mencapai tingkat kesucian sotapatti, sehubungan dengan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh putri Ekarapatta, sang naga. Waktu itu si pemuda telah berangkat dalam perjalanannya untuk bertemu dengan putri Ekarapatta. Sang Buddha menghentikannya dan mengajarinya bagaimana menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ketika sedang diberi pelajaran, Uttara mencapai tingkat kesucian sotapatti. Sekarang di saat ia telah mencapai tingkat kesucian sotapatti, ia tidak lagi memiliki keinginan terhadap putri Erakapatta. Bagaimanapun Uttara tetap pergi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut untuk kebaikan pagi para makhluk.
Keempat pertanyaan pertama adalah sebagai berikut :
1. Siapakah penguasa ?
2. Apakah seseorang yang diliputi oleh kabut kekotoran batin dapat disebut sebagai seorang penguasa?
3. Penguasa apakah yang bebas dari kekotoran batin?
4. Orang yang seperti apakah yang disebut bodoh?
Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut di atas adalah sebagai berikut :
1. Ia yang mengontrol keenam indra adalah seorang penguasa.
2. Seseorang yang diliputi oleh kabut kekotoran batin tidak dapat disebut seorang penguasa; ia yang bebas dari kemelekatan disebut seorang penguasa.
3. Penguasa yang bebas dari kemelekatan adalah yang bebas dari kekotoran moral.
4. Seseorang yang menginginkan kesenangan-kesenangan hawa nafsu adalah yang disebut bodoh.
Mendapat jawaban yang benar seperti di atas, putri naga kemudian menyanyikan pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan arus hawa nafsu, kehidupan berulang-ulang, pandangan-pandangan salah, dan ketidaktahuan, dan bagaimana dapat menanggulanginya. Uttara menjawab pertanyaan-pertanyaan ini seperti yang telah diajarkan oleh Sang Buddha.
Ketika Erapatta mendengar jawaban-jawaban ini, ia tahu bahwa seorang Buddha telah muncul di dunia ini. Sehingga ia meminta kepada Uttara untuk mengantarkannya menghadap Sang Buddha. Saat melihat Sang Buddha, Erakapatta menceritakan kepada Sang Buddha bagaimana ia telah menjadi seorang bhikkhu selama masa Buddha Kassapa, bagaimana ia tidak sengaja menyebabkan sebilah pisau rumput patah ketika ia sedang melakukan perjalanan di atas perahu, dan bagaimana ia sangat khawatir karena ia tidak melakukan pengakuan atas kesalahan kecil tersebut sebagaimana mestinya, dan akhirnya bagaimana ia terlahir sebagai seekor naga.
Setelah mendengarnya, Sang Buddha mengatakan kepada sang naga, betapa sulit untuk dilahirkan di alam manusia, dan untuk dilahirkan pada saat munculnya para Buddha atau selama para Buddha mengajar.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
"Kiccho manussapaṭilābho
kicchaṃ maccāna jīvitaṃ
kicchaṃ saddhammassavanaṃ
kiccho buddhānam uppādo."
Sungguh sulit untuk dapat dilahirkan sebagai manusia,
sungguh sulit kehidupan manusia,
sungguh sulit untuk dapat mendengarkan Ajaran Benar,
begitu pula, sungguh sulit munculnya seorang Buddha.
Khotbah di atas bermanfaat bagi banyak makhluk. Erakapatta sebagai seekor hewan tidak dapat mencapai tingkat kesucian sotapatti.
-------------------------------
Notes :
* Mungkin kalian jadi bingung, kok cuma gara-gara matahin daun rumput aja bisa jadi naga sih?
Ceritanya, Erakapatta sewaktu menjadi bhikkhu di kehidupan lalunya, sedang naik perahu di sungai Gangga, lalu memegang daun/tumbuhan yang tumbuh di tepi sungai, tetapi ia tidak segera melepasnya sehingga bersamaan dengan melajunya perahu, daun/rumput/tanaman itu menjadi robek/rusak. Hal ini termasuk pelanggaran kecil vinaya kebhikkhuan.
Sayangnya sumber bahasa Inggrisnya tidak mengutip istilah bahasa Palinya sehingga saya sulit mencari rujukan balik ke aslinya.
Inilah pentingnya untuk menjaga/mengutip istilah Palinya, agar suatu hari nanti orang bisa menelusuri kembali ke istilah aslinya agar terjemahannya tidak semakin jauh melenceng. (ngedumel.com :)
Anyway, berdasarkan ingatan kasar di otak saya, kemungkinan ini adalah pelanggaran karena merusak tanaman. Karena repot banget nyarinya rujukannya dan penalti apa yang harus dilakukan jika melakukan pelanggaran tsb? Jadi aku ceritakan garis besar kira-kiranya saja yah? Biasanya pelanggaran2 kecil ini harus diakui di hadapan Sangha, dan lalu si pelanggar ‘didisiplinkan’, baru kemudian ia boleh kembali seperti biasa.
Nah, rupanya bhikkhu Erakapatta ini tidak melakukan pengakuan dan karenanya tidak didisiplinkan sebagaimana mestinya, dan ketika ia menjelang ajalnya, timbullah dalam dirinya rasa kegelisahan yang teramat besar karena dia tidak mengakui pelanggaran tsb. Akibat pikiran yang kacau ini pada saat menjelang ajal, maka ia terlahir kembali menjadi naga.
Pada saat meninggal, keadaan pikiran kita sangat penting dalam menentukan kelahiran berikutnya. Jika pikiran gelisah, tidak tenang, ataupun melekat terhadap benda/situasi/keluarga dll, otomatis kelahiran berikutnya akan terpengaruh.
Karenanya, adalah sangat penting menjaga ketenangan batin dan pikiran orang yang meninggal, jika kita sungguh-sungguh mencintai orang yang meninggal tersebut, seyogyanya kita tidak memperkeruh suasana atau menyebabkan timbulnya perasaan-perasaan negatif dalam orang yang meninggal tersebut. Sebaliknya, timbulkanlah perasaan-perasaan positif.
Adalah sangat baik jika kita membacakan paritta, sutta, ataupun mantra dll, lebih bagus lagi jika paritta/sutta/mantra tersebut adalah yang berhubungan dengan pelepasan, penguatan keyakinan kepada Sang Tiratana (Buddha, Dhamma, Sangha), dll. Untuk umat awam yang berbakti dan menjaga sila dengan baik, dapat dibacakan Sotapattisamyutta.
Untuk yang Mahayana; Sutra tentang Amitabha (AhMiTuo Cing), Wang Sen Cou, adalah baik untuk menunjang kelahiran di Sukhavati. Untuk para praktisi tantra bisa juga dibacakan instruksi mengenai Bardo untuk mengingatkannya langkah-langkah apa yang harus diambil dalam proses kematian/kelahiran kembali itu.
Sebagian orang yang beragama lain berpikir saat orang tuanya menjelang ajal, ini adalah kesempatan baik untuk membaptis orangtuanya, mereka berpikir ini adalah hal yang baik supaya orang tuanya dapat diterima di surga (menurut kepercayaan mereka), karena selama masa hidupnya ortu tidak mau pindah agama. Nah sekarang menjelang ajal, sudah tak bisa protes lagi, mari dibaptis supaya masuk surga. Tetapi, walaupun tidak bisa protes secara ucapan, jika batinnya tidak setuju, ragu-ragu, dan bahkan marah atau kesal, justru ini malah membawa kelahiran yang tidak baik bagi orang tuanya tersebut. So, saya sungguh merasa kasihan kepada orang-orang tua yang anak-anaknya telah berpindah agama, lalu pada waktu ajalnya dibaptis pindah ke agama lain. Maksudnya sih baik, tapi akibatnya bisa fatal.
Oya, naga bisa bersalin rupa mengambil wujud sebagai manusia, kalau nggak gitu, tentu tak ada yang mau menikahi si putri naga ..hehehe…
Naga-naga ini berada di bawah komando Virupakkha, salah satu dari Empat Raja Dewa di Catummaharajika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar