Sabtu, 17 Desember 2011

5 Pelajaran Berharga

1. Pelajaran Penting ke-1
Pada bulan ke-2 diawal kuliah saya, seorang Profesor memberikan kuis
mendadak pada kami. Karena kebetulan cukup menyimak semua kuliah-kuliahnya, saya cukup cepat menyelesaikan soal-soal kuis, sampai pada soal yang terakhir.
Isi Soal terakhir ini adalah : Siapa nama depan wanita yang menjadi petugas pembersih sekolah ? Saya yakin soal ini cuma "bercanda". Saya sering melihat perempuan ini. Tinggi,berambut gelap dan berusia sekitar 50-an, tapi bagaimana saya
tahu nama depannya... ? Saya kumpulkan saja kertas ujian saya, tentu saja dengan jawaban soal terakhir kosong. Sebelum kelas usai, seorang rekan bertanya pada Profesor itu, mengenai soal terakhir akan "dihitung" atau tidak. "Tentu Saja Dihitung !!" kata si Profesor. "Pada perjalanan karirmu, kamu akan ketemu banyak orang. Semuanya penting!. Semua harus kamu perhatikan dan pelihara, walaupun itu cuma dengan sepotong senyuman, atau sekilas "hallo"! Saya selalu ingat pelajaran itu. Saya kemudian tahu, bahwa nama depan ibu pembersih sekolah adalah "Dorothy".

2. Pelajaran Penting ke-2 Penumpang yang Kehujanan
Malam itu , pukul setengah dua belas malam. Seorang wanita negro rapi
yang sudah berumur, sedang berdiri di tepi jalan tol Alabama . Ia nampak mencoba bertahan dalam hujan yang sangat deras, yang hampir seperti badai. Mobilnya kelihatannya lagi rusak, dan perempuan ini sangat ingin menumpang mobil. Dalam keadaan basah kuyup, ia mencoba menghentikan setiap mobil yang lewat. Mobil berikutnya dikendarai oleh seorang pemuda bule, dia berhenti untuk menolong ibu ini. Kelihatannya si bule ini tidak paham akan konflik etnis tahun 1960-an, yaitu pada saat itu. Pemuda ini akhirnya membawa si ibu negro selamat hingga suatu tempat, untuk mendapatkan pertolongan, lalu mencarikan si ibu ini taksi. Walaupun terlihat sangat tergesa-gesa, si ibu tadi bertanya tentang alamat si pemuda itu, menulisnya, lalu mengucapkan terima kasih pada si pemuda. 7 hari berlalu, dan tiba-tiba pintu rumah pemuda bule ini diketuk Seseorang. Kejutan baginya, karena yang datang ternyata kiriman sebuah televisi set besar berwarna (1960-an !) khusus dikirim kerumahnya. Terselip surat kecil tertempel di televisi, yang isinya adalah : " Terima kasih nak, karena membantuku di jalan Tol malam itu. Hujan tidak hanya membasahi bajuku, tetapi juga jiwaku. Untung saja anda datang dan menolong saya. Karena pertolongan anda, saya masih sempat untuk hadir disisi suamiku yang sedang sekarat...hingga wafatnya. Tuhan memberkati anda,karena membantu saya dan tidak mementingkan dirimu pada saat itu" Tertanda Ny.Nat King Cole.

Catatan : Nat King Cole, adalah penyanyi negro tenar thn. 60-an di USA

3. Pelajaran penting ke-3 :Selalulah perhatikan dan ingat, pada semua yang anda layani.
Di zaman es krim khusus (ice cream sundae) masih murah, seorang anak laki-laki umur 10-an tahun masuk ke Coffee Shop Hotel, dan duduk di meja. Seorang pelayan wanita menghampiri, dan memberikan air putih dihadapannya. Anak ini kemudian bertanya "Berapa ya,... harga satu ice cream sundae?" katanya. "50 sen..." balas si pelayan. Si anak kemudian mengeluarkan isi sakunya dan menghitung dan mempelajari koin-koin di kantongnya.. .. "Wah... Kalau ice cream yang biasa saja berapa?" katanya lagi. Tetapi kali ini orang-orang yang duduk di meja-meja lain sudah mulai banyak dan pelayan ini mulai tidak sabar. "35 sen" kata si pelayan sambil uring-uringan.
Anak ini mulai menghitungi dan mempelajari lagi koin-koin yang tadi dikantongnya. "Bu... saya pesen yang ice cream biasa saja ya..."ujarnya. Sang pelayan kemudian membawa ice cream tersebut, meletakkan kertas kuitansi di atas meja dan terus
melengos berjalan. Si anak ini kemudian makan ice-cream, bayar dikasir, dan pergi. Ketika si Pelayan wanita ini kembali untuk membersihkan meja si anak kecil tadi, dia mulai menangis terharu.
Rapi tersusun disamping piring kecilnya yang kosong, ada 2 buah koin 10-sen dan 5 buah koin 1-sen. Anda bisa lihat... anak kecil ini tidak bisa pesan Ice-cream Sundae, karena tidak memiliki cukup untuk memberi sang pelayan uang tip yang "layak"..... .

4. Pelajaran penting ke-4 - Penghalang di Jalan Kita
Zaman dahulu kala, tersebutlah seorang Raja, yang menempatkan sebuah batu besar di tengah-tengah jalan. Raja tersebut kemudian bersembunyi, untuk melihat apakah ada yang mau menyingkirkan batu itu dari jalan. Beberapa pedagang terkaya yang menjadi rekanan raja tiba ditempat, untuk berjalan melingkari batu besar tersebut. Banyak juga yang datang, kemudian memaki-maki sang Raja, karena tidak membersihkan jalan dari rintangan.Tetapi tidak ada satupun yang mau melancarkan jalan dengan menyingkirkan batu itu. Kemudian datanglah seorang petani, yang menggendong banyak sekali sayur mayur. Ketika semakin dekat, petani ini kemudian meletakkan dahulu bebannya, dan mencoba memindahkan batu itu kepinggir jalan.
Setelah banyak mendorong dan mendorong, akhirnya ia berhasil menyingkirkan batu besar itu. Ketika si petani ingin mengangkat kembali sayurnya, ternyata ditempat batu
tadi ada kantung yang berisi banyak uang emas dan surat Raja. Surat yang mengatakan bahwa emas ini hanya untuk orang yang mau menyingkirkan batu tersebut dari jalan. Petani ini kemudian belajar, satu pelajaran yang kita tidak pernah bisa mengerti. Bahwa pada dalam setiap rintangan, tersembunyi kesempatan yang bisa dipakai untuk memperbaiki hidup kita.

5. Pelajaran penting ke-5 - Memberi, ketika dibutuhkan.
Waktu itu, ketika saya masih seorang sukarel awan yang bekerja di sebuah rumah sakit, saya berkenalan dengan seorang gadis kecil yang bernama Liz, seorang penderita satu penyakit serius yang sangat jarang. Kesempatan sembuh, hanya ada pada adiknya, seorang pria kecil yang berumur 5 tahun, yang secara mujizat sembuh dari penyakit yang sama. Anak ini memiliki antibodi yang diperlukan untuk melawan
penyakit itu. Dokter kemudian mencoba menerangkan situasi lengkap medikal tersebut ke anak kecil ini, dan bertanya apakah ia siap memberikan darahnya kepada kakak perempuannya.
Saya melihat si kecil itu ragu-ragu sebentar, sebelum mengambil nafas panjang dan berkata "Baiklah... Saya akan melakukan hal tersebut.... asalkan itu bisa menyelamatkan kakakku". Mengikuti proses tranfusi darah, si kecil ini berbaring di tempat tidur,disamping kakaknya. Wajah sang kakak mulai memerah, tetapi wajah si kecil mulai pucat dan senyumnya menghilang. Si kecil melihat ke dokter itu, dan bertanya dalam suara yang bergetar...katanya
"Apakah saya akan langsung mati dokter... ?"Rupanya si kecil sedikit salah pengertian. Ia merasa, bahwa ia harus menyerahkan semua darahnya untuk menyelamatkan jiwa kakaknya. Lihatlah...bukankah pengertian dan sikap adalah segalanya... .

Bekerjalah seolah anda tidak memerlukan uang,
Mencintailah seolah anda tidak pernah dikecewakan,
dan Joget & nyanyilah seolah tidak ada yang nonton.

... DALAM GELAPNYA MALAM, KITA JUSTRU DAPAT MELIHAT INDAHNYA BINTANG...

黃帝 Kaisar Kuning

Ribuan tahun yang silam, di sekitar daerah aliran Sungai Kuning dan Sungai Yangtze bermukim banyak penduduk marga dan klan, di antaranya Kaisar Kuning adalah pemimpin klan Youxiong yang paling terkenal di daerah aliran Sungai Kuning. Ada juga pemimpin klan Shennong yang bernama Kaisar Yan. Lalu di daerah aliran Sungai Yangtze bermukim etnis Jiuli, pemimpinnya bernama Chiyou, sangat kekar dan pandai berperang. Chiyou sering memimpin klannnya yang kuat menyerang dan mengganggu klan-klan lain.

Sekali peristiwa, Chiyou menduduki daerah Kaisar Yan, dan Kaisar Yan melarikan diri ke Zhuolu, tempat kedudukan Kaisar Kuning untuk mencari bantuan. Kaisar Kuning lalu mengajak para pemimpin klan-klan untuk melancarkan perang melawan Chiyou di padang Zhulu, itulah yang dikenal dengan “Perang Zhuolu”.

Chiyou memperoleh kemenangan berturut-turut begitu perang dimulai, tapi kemudian Kaisar Kuning mengundang naga dan binatang-binatang buas lain yang aneh untuk membantunya melawan Chiyou. Bala tentara Chiyou tak dapat menahan serangan pasukan Kaisar Kuning dan lari tunggang langgang.

Tak rela kalah perang, Chiyou mengundang Dewa Hujan dan Dewa Angin untuk membantunya. Kaisar Kuning juga tidak mau kalah. Ia mengundang Dewa Kemarau dari kayangan untuk membantu dan berhasil mengusir angin dan hujan. Dalam waktu sekejap, angin dan hujan berhenti, udara menjadi cerah.

Chiyou membuat kabut tebal dengan ilmu gaib sehingga pasukan Kaisar Kuning kehilangan arah. Melihat gelagat itu, Kaisar Kuning membuat kereta kompas membantu pasukan menentukan arah untuk keluar dari kabut.

Kaisar Kuning akhirnya dapat menangkap Chiyou. Khawatir Chiyou berbuat jahat setelah meninggal, Kaisar Kuning mengubur kepala dan badannya secara terpisah di dua tempat yang terpisah jauh.

Setelah Chiyou tewas, Kaisar Kuning melukis citranya di atas bendera tentara untuk menyemangati pasukan dan menakut-nakuti klan lain yang berani memusuhi.

Kaisar Yan dan Kaisar Kuning pada akhirnya terlibat konflik dan bertempur di tempat bernama Banquan, dan hasilnya Kaisar Yan kalah, dan kedua suku yaitu Shennong dan Youxiong berasimililasi menjadi suku Huaxia.

Generasi-generasi sesudahnya menganggap Kaisar Kuning sebagai nenek moyang bangsa Huaxia (bangsa Tionghoa). Berhubung klan Kaisar Yan dan klan Kaisar Kuning adalah kerabat dekat dan kemudian berbaur menjadi satu, maka orang Tionghoa sering menyebut diri sebagai anak cucu Kaisar Yan dan Kaisar Kuning.

Kaisar Kuning sendiri adalah seorang ilmuwan jenius. Dia menciptakan sistem kalender dan mengajarkan rakyatnya cara bertani, berburu, membuat tempat tinggal sendiri, dan merakit kapal dan gerobak. Atas perintahnya, penasehatnya, Cangjie membuat aksara pertama di China. Istrinya, Leizu adalah penenun kain sutra yang handal. Salah satu ciptaannya bersama penasehatnya, Qibo, dokter kerajaan, yang paling penting adalah Huangdi Neijing, manual pengobatan yang menjadi sumber fundamental untuk pengobatan China selama dua millenium.

女媧 Nu Wa Chinese Myth of Human Creation

Setelah era Pan Gu, dunia mulai berkembang, dan banyak entitas dari alam semesta lain datang, ada yang baik dan jahat. Diantaranya adalah Nu Wa. Diceritakan Nu Wa adalah spirit dengan badan bawah berupa ular.

Saat itu, di bumi hanya hidup binatang buas yang liar, Nu Wa tidak menyukai hal ini, ia ingin bumi jadi tempat yang memiliki kebudayaan dan kedamaian, maka ia mulai membuat pasangan-pasangan hewan.....yang bermanfaat

Pada hari pertama sepasang Ayam, Pengabar datangnya matahari
Pada hari kedua sepasang Anjing, Penjaga dan teman yang setia
Pada hari ketiga sepasaang Domba, Yang selalu berkumpul bersama
Pada hari keempat sepasang babi, Selalu riang dan tanpa beban
Pada hari kelima sepasang Sapi, penghuni padang rumput
Pada hari keenam sepasang kuda, pelari yang hebat dan liar

Pada Hari ketujuh, Nu Wa membuat manusia dari tanah sungai Kuning, (1) lalu menempelkan batu sungai yang berair sebagai mata(2),
Manusia yang sudah bisa bergerak itu mencoba lari, Nu Wa jengkel dan menjewer tanah liat itu, maka kita punya telinga (3)
Pada malam hari Nu Wa membuat Wanita, sebagai pendamping, maka Laki Laki dan Perempuan melambangkan Yin dan Yang, Siang dan Malam, Matahari dan Bulan, Keberanian dan Kelembutan.

Nu Wa menyukai ciptaannya yang mutakhir , maka ia membuat banyak manusia tanah....tapi akhirnya kecapekan

Gak Ingin Repot, Nu Wa menggunakan metode lain : Mencipratkan lumpur, tiap tetes lumpur menjadi manusia...tapi yang ini produk gagal, kualitasnya jauh dari manusia pertama....maka dikatakan manusia yang dibuat langsung menjadi Bangsawan, sedang yang lain jadi Rakyat.


Pada Akhirnya, Nu Wa mengorbankan dirinya untuk menjadi pilar pengganti pilar langit yang hancur karena pertempuran dewa api dan dewa air

note :
1. Karena inilah mulanya kenapa bangsa Cina kulitnya kuning
2. Konon ini kenapa kita bisa menangis
3. Ibu di cina kalau menjewer telinga anaknya, seperti Nu Wa mengingatkan manusia supaya gak banyak tingkah

盤古 Story of Pan Gu ∼ Chinese Creation Myth

Permulaan Zaman.....
Tak ada apapun............
Hanya Kehampaan..............
Tak Terbatas.....................

Suatu waktu, ditengah kehampaan, perlahan lahan sebuah telur terbentuk, butuh waktu 18000 tahun untuk telur menetas, lahirlah Pan Gu

Pan Gu gak suka kegelapan
Pan Gu gak suka sendirian

marahlah Pan Gu, dia mengamuk, menggerakkan tangan dan kakinya untuk mengusir kegelapan, berteriak untuk mengusir kesunyian...... Teriakannya begitu keras sehingga Kegelapan mulai pudar, pada teriakan kedua, muncul sebuah kapak...Dengan kapak ini Pan Gu mengusir kehampaan...

Dari kehampaan muncul dua zat,
yang pertama begitu ringan, sehingga melayang di udara, membentuk langit
Yang kedua lebih berat, sehingga jatuh dan membentuk bumi

Pan Gu berdiri diantara langit dan bumi(1), tiap hari, Pan Gu bertambah tinggi....sehingga jarak antara langit dan bumi juga semakin jauh

Setelah 18000 tahun, tubuh Pan Gu berhenti menyangga langit,

mata kanannya menjadi bulan
yang kiri jadi matahari
tubuhnya menjadi gunung
darahnya menjadi air
tulangnya menjadi mineral
rambut wajahnya menjadi bintang bintang
rambut tubuhnya menjadi tanaman
keringatnya menjadi kabut

dan musim pun bermula.......................

Selasa, 27 September 2011

New FORUM

ALL MY BLOG FANS
i have create a new forum
all of u can become a member and sharing about your knowlodge one to other

COME ALL, JOIN ME AT :
sharing-together.indonesianforum.net/forum

thank all

Sabtu, 10 September 2011

Kapan Terakhir Kali Kamu ... ?

Suatu hari, seorang penebang kayu yang kuat ingin melamar pekerjaan kepada pedagang kayu. Dia sudah mengerti kondisi kerja yang akan dihadapinya. Sang majikan memberi sebuah kapak sebagai alat penebang pohon di hutan. penebang kayu tidak ingin mengecewakan majikan dan ingin menunjukkan hasil kerja terbaik, maka ia bekerja dengan sangat giat.

Hari pertama, dia berhasil membawa pulang 18 batang pohon. "Selamat!" kata si majikan. "Kamu telah bekerja dengan sangat baik. Makin giatlah kamu dalam bekerja!" ucap sang majikan memberi semangat. Si penebang kayu makin termotivasi dengan pujian majikannya. Esoknya dia bekerja lebih giat dari biasanya. Tetapi, kerja keras hari ini hanya menghasilkan 15 batang pohon. Hari berikutnya juga tidak lebih baik dari sebelumnya. Kali ini dia hanya berhasil menebang sepuluh pohon untuk disetorkan pada majikannya. Si penebang pohon mulai merasa bingung. Kerja kerasnya tidak meningkatkan hasil. Padahal, dia merasa sudah memberikan yang terbaik, tetapi malah menjadi tidak baik.

Sampai akhirnya dia putus asa dan berniat menemui sang majikan untuk minta maaf. Penebang kayu memutuskan berhenti bekerja karena merasa dirinya gagal dalam pekerjaanya. "Bos, saya minta maaf sebesar-besarnya atas pekerjaan saya. Makin hari bukan menghasilkan pohon bertambah banyak, tetapi malah berkurang. Padahal, saya sudah bekerja keras dan tidak merasa melakukan kesalahan apapun. Saya memutuskan untuk keluar dari pekerjaan ini!" katanya sambil menampakkan ekspresi menyesal. Lalu sang majikan mulai bertanya "kapan terakhir kali kamu mengasah kapakmu?" Si penebang kayu sangat terkejut mendengar pertanyaan itu, lalu menjawab,"Mengasah? Saya tidak sempat mengasah kapak karena terlalu sibuk, Bos. Saya sibuk menebang pohon ..."

Apakah kita terlalu sibuk dengan bekerja sehingga lupa mengasah kemampuan kita? Bekerja keras harus diimbangi dengan mengasah diri terus menerus agar selalu menghasilkan yang terbaik dalam usaha kita. Dalam menemui segala permasalahan pekerjaan, jangan mudah putus asa. Senantiasa semangat dalam bekerja. Segala permasalahan hanyalah sebuah batu loncatan yang membantu kita menjadi sosok yang lebih baik. Tentunya diiringi dengan pengasahan kemampuan diri tiada henti.


Sabtu, 06 Agustus 2011

Gadis Cantik yang Menaruh Dendam terhadap Sang Buddha

Magandiya adalah seorang gadis yang sangat cantik, sehingga banyak pria kaya yang ingin menikahinya. Orang tua si gadis selalu menolak para pelamar tersebut karena menganggap mereka tidak cukup pantas bagi putrinya, bahkan ketika si orang tua gadis itu menemukan seorang laki-laki yang pantas baginya, si gadis menolak untuk menikahi siapapun kecuali seorang raja. Magandiya telah memutuskan untuk menggunakan kecantikannya untuk menikah dengan kekayaan.

Suatu hari, ketika Sang Buddha sedang memantau dunia (dengan mata batinNya), Beliau melihat bahwa batin orang tua Magandiya telah berkembang secara spiritual. yang dibutuhkan adalah satu pernyataan dari Beliau untuk membuka mata mereka terhadap Kesunyataan. Sang Buddha pergi ke tempat di mana Brahmana tersebut sedang membuat upacara pengorbanan untuk dewa api di luar desanya.

Ketika ayah Magandiya melihat Sang Buddha datang, dia begitu tertegun dengan keindahan fisik Sang Buddha, ketenangan serta keanggunanNya. Tidak ada yang lebih baik dari pada orang ini untuk dinikahkan kepada putriku, pikir sang Brahmana.

“Jangan pergi dulu, wahai pertapa”, kata dia, “tinggallah di sini sampai aku membawa putriku menemuimu. Engkau adalah pasangan yang ideal baginya, dan juga sebaliknya. Sang Buddha tidak berkata-kata dan tetap diam, sebagai gantinya Beliau menandai jejak kakinya di tanah dan kemudian pergi. Dengan sangat gembira sang Brahmana menyampaikan berita tersebut kepada istrinya. “Cepat dandani putri kita, sayangku. Aku telah menemukan seorang laki-laki yang pantas bagi putri kita”. Ketika ketiga orang tersebut tiba di tempat tadi, Sang Buddha sudah tidak kelihatan. Mereka hanya mendapati jejak kakiNya. Sang istri, yang sudah biasa dengan tanda-tanda, membaca jejak kaki tersebut, dan berkata “Saya pikir, ini bukanlah jejak kaki dari orang yang mau menikahi putri kita, jejak ini adalah milik dari seseorang yang telah melepaskan kesenangan duniawi”.

“Lagi-lagi kamu dan tanda-tandamu itu. Kamu melihat buaya-buaya di dalam pot air, dan perampok-perampok di tengah rumah. Lihat, itu Dia sedang duduk di bawah pohon. Sayangku, pernahkah kamu melihat seseorang yang begitu mengagumkan penampilannya ?! Kemarilah, putriku. Kali ini pelamarmu demikian sempurna, di mana kamu tak dapat menemukan kekurangannya”.

Mendengar hal ini, Sang Brahmana dan istrinya langsung mengerti bahwa kehidupan duniawi adalah menyedihkan dan bukan sesuatu yang pantas untuk dilekati, tak peduli bagaimana menarik atau indah penampilannya. Saat itu juga, mereka berdua mencapai tingkat Anagami, yaitu tingkat kesucian yang ketiga. Tapi malangnya, Magandiya yang sombong, yang batinnya belum berkembang secara spiritual, tidak dapat mengerti arti yang sesungguhnya dari kata-kata ini. Ia mengira Sang Buddha menghina kecantikannya. “Bagaimana bisa Pertapa ini menghinaku, sementara begitu banyak laki-laki yang takluk kepada kecantikanku pada pandangan pertama. Meskipun jika ia tidak ingin menikahiku, ia tidak seharusnya mengatakan bahwa tubuhku ini penuh dengan kekotoran”. Sambil mengepalkan kedua telapak tangannya, ia menggeram di sela-sela nafasnya, “Kamu tunggu saja, hai pertapa. Bilamana aku menikah dengan seorang suami yang berkuasa, aku akan membalas semua ini”.

Singkat cerita, Magandiya kemudian menikah dengan raja dari negeri Udena. Ketika ia mendengar bahwa Sang Buddha telah memasuki kota tersebut, kebenciannya terhadap Sang Buddha muncul kembali. Lalu ia menyogok dan menghasut orang-orang untuk menghina Sang Buddha dan untuk mengusir Beliau. Ananda, yang sedang bersama Sang Buddha, tidak ingin berdiam di sana dan menerima hinaan-hinaan tersbut, tetapi Sang Buddha menasihatinya untuk mempraktikkan toleransi dan kesabaran. Sang Buddha berkata, “Seperti seekor gajah di medan perang yang sanggup menahan anak-anak panah yang dilepaskan dari busurnya, demikian juga Tathagata akan menahan cercaan dari orang-orang yang tak beragama”. Sang Buddha berkata bahwa kata-kata yang menyakitkan tersebut tak akan bertahan lama, karena adanya kekuatan kesempurnaan yang dimiliki oleh Sang Buddha. Mereka akhirnya tetap tinggal di Udena, dan semua cercaan tersebut berhenti dalam waktu yang singkat.

Kamis, 28 Juli 2011

Kisah Seekor Induk babi muda

      Suatu kesempatan, ketika Sang Buddha sedang berpindapatta di Rajagaha, ia melihat
      seekor induk babi muda yang kotor dan beliau tersenyum. Ketika ditanya oleh Ananda. Sang Buddha menjawab, “Ananda, babi ini dulunya adalah seekor ayam betina di masa Buddha Kakusandha. Karena ia tinggal di dekat ruang makan di suatu vihara, ia biasa
      mendengar pengulangan teks suci dan kotbah Dhamma. Ketika ia mati, ia dilahirkan
      kembali sebagai seorang putri.
Suatu ketika, saat putri pergi ke kakus, sang putri melihat belatung dan ia menjadi sadar akan sifat yang menjijikan dari tubuh. Ketika ia meninggal dunia. Ia dilahirkan kembali di alam Brahma sebagai brahma puthujjana; tetapi kemudian karena beberapa perbuatan buruknya, ia dilahirkan kembali sebagai seekor babi betina. Ananda! Lihat, karena perbuatan baik dan perbuatan buruk tidak ada akhir dari lingkaran kehidupan.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.

Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir deras menuju
obyek-obyek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu akan
menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu.

Di mana-mana mengalir arus (nafsu-nafsu keinginan); di mana-mana tanaman
menjalar tumbuh merambat. Apabila engkau melihat tanaman menjalar (nafsu
keinginan) tumbuh tinggi, maka harus kau potong akar-akarnya dengan pisau
(kebijaksanaan).

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar obyek-obyek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria. Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena itu, seeorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan didri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.

Kisah seorang Bhikkhu yang sangat bodoh

Bendahara kerajaan di Rajagaha mempunyai dua orang cucu laki-laki bernama
Mahapanthaka dan Culapanthaka. Mahapanthaka, yang tertua, selalu menemui kakeknya mendengarkan kotbah Dhamma. Kemudian Mahapanthaka bergabung menjadi murid Sang Buddha.

Culapanthaka mengikuti jejak kakaknya menjadi bhikkhu pula. Tetapi karena pada
penghidupan yang lampau pada masa keberadaan Buddha Kassapa, Culapanthaka telah menggoda seorang bhikkhu yang sangat bodoh, maka ia dilakhirkan sebagai orang dungu pada kehidupannya saat ini. Dia tidak mampu mengingat meskipun hanya satu syair dalam empat bulan. Mahapanthaka sangant kecewa dengan adiknya dan mengatakan bahwa adiknya tidak berguna.

Suatu waktu, Jivika datang ke vihara mengundang Sang Buddha dan para bhikkhu yang ada, untuk berkunjung makan siang di rumahnya. Mahapanthaka, yang diberi tugas untuk memberitahu pada bhikkhu tentang undangan makan siang tersebut, mencoret Culapanthaka dari daftar undangan. Ketika Culapanthaka mengetahui hal itu dia merasa sangat kecewa dan memutuskan untuk kembali hidup sebagai orang perumah tangga.

Mengetahui keinginan tersebut, Sang Buddha membawanya dan menyuruhnya duduk di depan gandhakuti, kemudian Beliau memberikan selembar kain bersih kepada Culapanthaka dan menyuruhnya untuk duduk menghadap ke timur dan menggosok-gosok kain itu. Pada waktu bersamaan dua harus mengulang kata “Rojaharanam” yang artinya “kotor”. Sang Buddha kemudian pergi ke tempat kediaman Jivika, menemui para bhikkhu.

Culapanthaka mulai menggosok-gosok selembar kain tersebut, sambil mengucapkan
“Rajoharanam”. Berulang kali kain itu digosok dan berulang kali pula kata-kata
rojaharanam meluncur dari mulutnya.

Berulang dan berulang kali.

Karena terus digosok, kain tersebut menjadi kotor. Melihat perubahan yang terjadi pada kain tersebut, Culapanthaka tercenung. Ia segera menyadari ketidak kekalan segala sesuatu yang berkondisi.

Dari rumaha Jivika, Sang Buddha dengan kekuatan supranaturalnya mengetahui kemajuan Culapanthaka. Beliau dengan kekuatan supranatualnya menemui Culapanthaka, sehingga seolah-olah Beliau tampak duduk di depan Culapanthaka, dan berkata:

“Tidak hanya selembar kain yang dikotori oleh debu; dalam diri seseorang ada debu hawa nafsu (raga, debu keinginan jahat (dosa), dan debu ketidaktahuan (moha), seperti ketidaktahuan akan empat kesunyataan mulia. Hanya dengan menghapuskan hal-hal
tersebut seseorang dapat mencapai tujuannya dengan mencapai arahat”

Culapanthaka mendengarkan pesan terseubut dan meneruskan bermeditasi. Dalam waktu yang singkat mata bathinnya terbuka dan ia mencapai tingkat kesucian arahat, bersamaan dengan memiliki ‘pandangan terang analitis’. Maka Culapanthaka tidak lagi menjadi orang dungu.

Di rumah Jivika, para umat akan menuang air sebagai telah melakukan perbuatan dana; tetapi Sang Buddha menutup mangkoknya dengan tangan dan berkata bahwa masih ada bhikkhu yang ada di vihara. Semuanya mengatakan bahwa tidak ada bhikkhu yang
tertinggal. Sang Buddha menjawab bahwa masih ada satu orang bhikkhu yang ertinggal dan memerintahkan untuk menjemput Culapanthaka di vihara.

Ketika pembawa pesan dari rumah jivika tiba di vihara, dia menemukan tidak hanya satu orang, tetapu ada seribu orang bhikkhu yang serupa. Mereka semua diciptakan oleh Culapanthaka, yang sekarang telah memiliki kemampuan bathin. Utusan tersebut kagun dan dia pulang kembali dan melaporkan hal ini kepada jivika.

Utusan itu kembali ke vihara untuk kedua kalinya dan dipertintahkan untuk mengatakan bahwa Sang Buddha mengundang bhikkhu yang bernama Culapanthaka. Tetapi ketika dia menyampaikan pesan tersebut, seribu suara menjawab, “saya adalah culapanthaka” dengan binggung, dia kembali ke rumah jivika untuk kedua kalinya.

Untuk ketigakalinya dia disuruh kembali ke vihara. Kali ini, dia diperintahkan untuk menarik bhikkhu yang dilihatnya pertama kali mengatakan bahwa dia adalah Culapanthaka. Dengan cepat dia memegangnya dan semua bhikkhu yang lain menghilang, dan Culapanthaka menemani utusan tersebut ke rumah Jivika.

Setelah makan siang, seperti yang diperintahkan oleh Sang Buddha, Culapanthaka
menyampaikan kotbah dhamma, kotbah tentang keyakinan dan keberanian, mengaum
bagaikan rauangan seekor singa muda. Ketika masalah Culapanthaka dibicarakan di antara para bhikkhu, Sang Buddha berkata bhwa seseorang yang rajin dan tetap pada
perjuangannya akan mencapai tingkat kesucian arahat.

“Dengan usaha yang tekun, semangat, disiplin dan pengendalian diri, hendaklah
orang bijaksana membuat pulau bari dirinya sendiri yang tidak dapat ditenggelamkan oleh banjir “.

Mengenai rumah makan mie

Dahulu ada 2 kedai mie di suatu wilayah yang bersaing. Satunya menjual mie Bangka, satunya menjual mie Makassar. Kedua kedai mie tersebut sangat hebat dalam meramu bumbu-bumbu masakan mereka sehingga para pelanggan puas dan banyak yang menjadi langganan, kemampuan keduanya dalam memasak mie sama-sama hebatnya dan sangat terspesialisasi sehingga para pelanggan di daerah tersebut sangking ngilernya jadi gantian makan di kedua kedai yang berlainan setiap harinya. Para pelanggan tidak dapat menjawab ketika ditanya "Mie mana yang lebih enak?" karena kedua-duanya sangat enak.

Namun, pada suatu hari si penjual Mie Makassar berpikir, "Sekarang pelanggan kami berdua sama banyaknya, kalau saya mampu membuatnya keluar dari bisnis, pasti pelanggan mereka akan pindah ke saya sehingga keuntungan saya bisa jadi 2 kali lipat!" Pemikiran yang cukup logis namun agak serakah. Lalu, dilakukanlah berbagai cara oleh si pengusaha mie ini mulai dari mensabotase sampai menuduh si pengusaha mie Bangka menggunakan formalin berlebihan untuk membuat mienya. Dengan sedikit sogokan, maka kedai mie Bangka pun tutup dan tamat riwayatnya. Si mie Makassar melaju sendirian di bisnis kedai mie untuk wilayah itu.

Rencananya sudah berhasil, namun pelanggan Mie Makassar tidak bertambah dan juga tidak berkurang. Malah lama kelamaan berkurang. Lalu si pemilik kedai berpikir, "mengapa? Bukankah aku satu-satunya pemilik kedai mie di daerah ini?" Selidik punya selidik, ternyata para penduduk sana sudah jemu dengan mie yang ada. Dahulu, mereka punya pilihan. Kalau bosan dengan mie Makassar, mereka bisa makan mie Bangka... kalau sudah eneg dengan mie Bangka, mereka makan mie Makassar. Namun, karena yang tersedia cuma mie Makassar, maka selera penduduk sekitar sama sekali tidak membantunya.

Yah... entah ayat Tripitaka mana yang bisa diasosiasikan, tapi pokoknya ceritanya cuma fiksi kok, rekaan semata Kalau ternyata ada kejadian, itu cumalah kebetulan semata. Soal pemilihan kenapa Mie Bangka dan Mie Makassar karena dua2nya enak menurut saya hehehehe...

Namun dalam Buddhisme saya mengenal tidak ada kebenaran yang mutlak (ini diajarkan teman saya, sdr Zhou Wen Han). Benar juga, seandainya mereka gabung kekuatan ceritanya bakal lain walau hanya ada satu kedai di sana. Atau bila salah satu membeli kedai yang lain dan menggunakan ketrampilan mereka dengan baik. Saya cuma sekedar berbagi cerita... sebenarnya di kepala saya ini terdapat banyak cerita. Kapan2 saya bagi2 lagi.

Dengan Metta,
Semoga semua mahkluk berbahagia!

Jumat, 17 Juni 2011

Siapa Bilang Tuhan Ada Dimana mana???

Siapa Bilang Tuhan Ada Dimana mana??? (aku bertanya orang bijak menjawab)

Aku : Tuhan itu ada dimana saja?

Orang Bijak: Tuhan ada dimana saja yang kita mau Dia ada.

Aku : Bukannya Tuhan punya “tempat2” khusus
untuk “bersemayam”? Tempat2 suci untuk beribadah dan sejenisnya….??

Orang bijak: Tuhan ada dimanapun kita mau menemuinya.
Tidak kenal tempat ataupun waktu.

Tempat-tempat suci??? Pada saat kita berada di tempat “yang dianggap” suci, apakah kita sendiri bertindak suci waktu kita berada di dalamnya?

Pada saat kita menjelek2kan agama orang lain, pada saat kita membanggakan kelebihan agama kita dibanding agama yang lain,

pada saat kita menebarkan kebencian pada umat, agama, ras, dan suku lain yang berbeda dari kita,

pada saat kita menghujat musuh2 kita, pada saat kita membicarakan kesalahan orang lain, di tempat “yang katanya” suci, apakah menurut mu Tuhan hadir di sana?

Lalu pada saat kita mencoba untuk mengajarkan dan menyebarkan kasih sayang kepada sesama tanpa perduli apapun tampilan fisiknya, agama, suku, ras, golongan maupun latar belakang,

tapi kita melakukannya di pinggir sungai yang kotor dan dikelilingi oleh kamar mandi umum, wc dan sampah yang berserakan, apakan menurutmu Tuhan enggan hadir disana???

Aku : Jadi?? Hmmm… eh…. Ah….

Orang Bijak: Open your heart, listen to the deepest voice that you hear, you’ll find the answer.

Aku : bagaiman bila jawabnya tidak ada disana???

Orang Bijak: You’ll find it. It takes time, but it’s not impossible..You’re not the only one. Semua manusia perlu berlatih untuk membuka hatinya.

Bila semua manusia sudah terbuka hatinya sejak dilahirkan, tidak akan ada kekacauan apapun di muka bumi.

So the key my son, is to open your heart so that you’ll be able to hear the voice from deep within.

Aku : Bagaimana aku bisa mengetahui bahwa hati ku sudah terbuka??

Orang bijak: Pada saat dimana kau mampu memberikan senyum yang tulus kepada orang yang tidak kau sukai,

pada saat kau mampu memaafkan dan melupakan semua perbuatan orang yang menyakitimu,

pada saat kau mampu menyayangi/membantu sesama tanpa memandang fisik, bentuk, agama, ras, suku maupun latar belakang.

When that moment comes my son, you shall ask no more, because you’ll have a really special heart, an open one.

Damai di hati, damai di bumi….

Selasa, 29 Maret 2011

Kisah Seekor Anak Burung Puyuh

Sebuah cerita tentang makhluk yang terhindar dari bahaya maut, karena menjalankan Ahimsa

Pada suatu ketika Sang Boodhisatva turun kedunia ini sebagai seekor anak burung puyuh. Ia tinggal bersama-sama dengan saudara-saudaranya di sebuah sarang di dalam semak-semak. Saudara-saudaranya bertambah hari bertambah gemuk dan kuat, sebaliknya ia sendiri tidak menjadi besar das sayapnya sangat lemah. Apa yang menyebabkan demikian menyedihkan dirinya?

Sebabnya adalah ia merupakan penjelmaan dari Sang Bodhisatva. Dan karena ia akan menjadi Buddha di kemudian hari, maka ia mempelajari AJARAN SUCI dengan sepenuh hati. Dengan sendirinya ia mentaati segala ketentuan-ketentuan dan perintah-perintah dari Ahimsa. Ini berarti, ia tidak makan apa yang diberikan ayah, ibu dan saudara-saudaranya yang berupa cacing, kumbang, dan binatang-binatang kecil lainnya.

Pada suatu hari timbul kebakaran hebat dalam hutandi dekat tempat tinggal keluarga burung puyuh itu. Semua burung dan penghuni hutan itu sangat terkejut dan dalam keadaan kacau-balau mereka melarikan diri, agar terhindar dari bahaya maut. Hanya anak burung puyuh itu yang tidak dapat melarikan diri karena sayapnya masih lemah.

Nyala api semakin bertambah besar menjilat-jilat kian kemari, membakar pohon-pohon, semak-semak dan tempat tinggal binatang-binatang hutan yang lain. Ayah, Ibu dan saudara-saudaranya sudah terbang semua meninggalkannya seorang diri di sarang.

Sementara itu apai terus menyala-nyala dan berambah besar. Ketika nyala api sudah sedemikian dekatnya, sehingga sarangnya hampir terjilat, ia mencicit-cict kepada dewa Api, “O Agni, dewa api jaya! Tuanku tentu melihat, bahwa aku ini terlampau kecil dan kurus untuk menjadi santapanmu tamu agung sebagai tuanku. Di sini tidak ada makanan untuk tuanku, karena semua binatang-binatang telah lari meninggalkan tempat ini. Silahkan Tuanku pulang kembali!”

Dan alangkah ajaibnya! Walaupun angin meniup dengan kerasnya, namun karena kata-kata hakiki dari burung puyuh kecil itu, tiba-tiba api berhenti mengganas dan padam. Dan terhindarlah ia dari bahaya maut.

Apakah sebabnya maka ia secara ajaib dapat tertolong dari bahaya kebakaran hutan itu? Sebabnya ialah selama hidupnya ia telah menyelamatkan jiwa binatang yang lain, bagaimanapun kecil binatang-binatang itu. Ia berkeyakinan, bahwa setiap makhluk berhak unutk hidup. Dan sejak itu, tiap terjadi kebakaran hutan di daerah itu akan padam dengan sendirinya setelah sampai di tempat yang ajaib itu.

Hubungan Dengan Sutta lain

Ahimsa yaitu bertekad untuk tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup lain, dan dengan melakukan ini tentu akan mendapatkan pahala yang besar.

Dhammapada Bab X Danda Vagga syair 142, yang berbunyi :

Walau digoda dengan cara bagaimanapun, tetapi bila seseorang dapat menjaga ketenangan pikirannya, damai, mantap, terkendali, suci murni dan tidak lagi menyakiti makhluk lain, sesungguhnya ia adalah seorang brahmana, seorang samana, seorang bhikkhu.

Dhammapada Bab XXVI Brahmana Vagga syair 405, yang berbunyi :

Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain, baik yang kuat maupun yang lemah, yang tidak membunuh atau menganjurkan orang lain membunuh, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

Perumpamaan Anak Yang Hilang

Perumpamaan Anak Yang Hilang

(Saddharma Pundarika Sutra Bab IV)

Dikisahkan ada seorang laki-laki yang pada masa mudanya meninggalkan ayahnya pergi, lama ia tinggal di negeri-negeri lain selama 10,20, atau 50 tahun. Semakin ia menjadi tua, semakin banyak pula kebutuhannya. Ia mengembara ke segala penjuru untuk mencari sandang dan pangan. Sementara itu ayahnya merupakan seorang yang kaya raya di kotanya, penghasilan dan modal-modalnya tersebar di negeri-negeri lain, pedagang dan langganannya pun luar biasa banyaknya.

Si anak malang mengembara dari desa ke desa dan menjelajahi banyak negeri dan kota hingga akhirnya sampailah ia di kota dimana ayahnya tinggal. Sang ayah selalu memikirkan anaknya dan meskipun ia telah terpisah darinya selama 50 tahun, belum pernah ia membicarakan hal ini dengan orang lain. Ia selalu merenung sendiri tentang hal ini dan selalu menyimpan penyesalannya ini dalam hatinya. Dalam renungannya ia berpikir : “Saya sudah tua, dan saya memiliki banyak kekayaan, akan tetapi saya tidak mempunyai seorang anak. Suatu saat nanti saya akan meninggal dan tidak ada seorangpun yang mewarisi kekayaanku, seandainya saja aku bisa mendapatkan anakku kembali”.

Sementara itu si anak malang bekerja di sana sini dan tanpa diduganya sampailah ia dikediaman ayahnya. Sambil berdiri diambang pintu, ia melihat ke seluruh isi rumah sehingga diam-diam ia berpikir : “Tentunya ini adalah kediaman seorang keturunan raja dan ini bukanlah tempat bagi saya untuk bekerja. Lebih baik saya pergi kedusun-dusun kecil dimana ada tempat bagiku untuk bekerja , jika saya berlama-lama disini mungkin saya akan mengalami aniaya dan dipaksa bekerja”. Setelah berpikir demikian, ia pergi. Tetapi pada saat itu, sipemiliki rumah mengetahui bahwa yang telah datang ke tempatnya adalah anaknya yang telah lama menghilang sehingga ia merasakan suatu kegembiraan yang luar biasa.

Si pemilik rumah memerintahkan kepada utusannya untuk mengejar dan membawa kembali orang tersebut. Kemudian utusan-utusan itu bergegas menangkapnya, si anak tersebut menjadi terkejut dan

Ketakutan sehingga dengan keras ia berteriak membantah “Saya tidak mengganggu kalian, mengapa saya harus ditangkap?”. Tetapi utusan-utusan itu bertindak lebih cepat lagi untuk menangkapnya dan memaksanya untuk balik kembali. Kemudian anak malang itu berpikir dalam hatinya bahwa meskipunia tidak bersalah namun ia akan dipenjarakan juga, hal ini pasti berarti kematiannya sehingga bertambah ngerilah hatinya dan akhirnya pingsanlah ia dan rubuh ke tanah.

Ayahnya yang melihat dari kejauhan kemudian memerintahkan kepada utusannya untuk membiarkan si anak tersebut dan memrintahkan utusanny untuk meneteskan air dingin pada wajahnya agar ia sadar kembali. Ayahnya mengetahui watak anaknya yang rendah diri dan menyadari kedudukannya sendiri yang seperti raja itu, telah menyebabkan kedukaan pada anaknya. Meskipun demikian, ia semakin percaya bahwa anak ini adalah anaknya, tetapi dengan kebijaksanaan ia tidak mengatakan apapun pada orang lain bahwa anak ini adalah anaknya sejati. Kemudian si anak ini dibebaskan dari utusan ayahnya, anak ini merasa gembira dan pergi untuk mencari sandang dan pangan.

Kemudian si ayah mengatur suatu rencana, ia memerintahkan kepada 2 orang utusannya untuk mengunjungi tempat si anak tersebut dan memberikan pekerjaan sebagai pembersih tumpukan kotoran dengan upah dua kali lipat. Setelah itu kedua orang utusan pergi dan mencari si anak tersebut, setelah mereka bertemu kedua orang tersebut mengatakan tentang tujuannya, si anak menyetujui tawaran tersebut dan bergabung bersama mereka membersihkan kotoran-kotoran.

Pada suatu hari si ayah melihat anaknya dari kejauhan lewat jendela dan merasa sangat kasihan kepada anaknya tersebut, si ayah mendekati anak tersebut dengan pakaian yang kasar, compang-camping serta kotor, dan badannya dilumuri dengan debu, si ayah melakukan tersebut supaya tidak ketahuan identitasnya oleh pekerja yang lain. Dengan rencana tersebut si ayah mendekati anaknya dan berkata “Wahai orangku, tinggallah dan kerjalah disini, janganlah engkau pergi kemana-mana lagi, aku naikkan upahmu dan apapun yang engkau perlukan akan kuberikan, kecuali itu kalau engkau membutuhkan, akan kuberimu seorang pelayan. Tenangkanlah hatimu, anggaplah aku seperti ayahmu sendiri dan janganlah takut lagi, mulai saat ini dan seterusnya engkau akan kuanggap sebagai anakku sendiri yang kulupakan”. Kemudian ayah tersebut memberikan nama baru dan memanggilnya seperti anaknya.

Kemudian si ayah jatuh sakit, dan menyadari bahwa sebentar lagi ajalnya akan tiba. Maka berkatalah ia kepada anknya “Sekarang aku memiliki emas, perak, dan benda-benda berharga yang bertumpuk-tumpuk dan harta kekayaan yang melimpah ruah. Aku ingin engkau mengetahui sampai hal yang sekecil-kecilnya ini, jumlah dari semua benda-benda ini, junlah dari harta yang masih harus diterima, dan diberikan”. Kemudian si anak itu menyetujui petunjuk dan perintahnya sehingga terbiasa dengan semua barang-barang itu emas, perak, benda-benda berharga dan begitu juga lumbung dan kekayaan.

Sesudah beberapa waktu berselang, ayahnya mengetahui bahwa pemikiran anaknya lambat laun sudah berkembang dan kemauannya pun tumbuh dengan baik dan dia mengetahui juga bahwa anaknya telah memandang rendah keadaan pemikirannya yang terdahulu. Karena mengetahui bahwa akhir hayatnya sudah dekat, ia memerintahkan anaknya datang dan pada saat yang sama ia mengumpulkan sanak keluarganya, para raja, para menteri, para ksatria, dan rakyat.

Ketika mereka semua sudah berkumpul, kemudian ia menyapa mereka dan berkata “Ketahuilah tuan-tuan sekalian bahwa inilah puteraku yang telah lama menghilang. Sudah lebih dari 50 tahun sejak ia meninggalkan saya disuatu kota dan pergai untuk menanggung sepi dan derita, pada waktu itu saya mencarinya dikota itu dengan penuh kesedihan dan saya menemuinya ditempat lain tanpa terduga dan saya mendapatkannya kembali. Ia betul-betul anakku dan saya betul-betul ayahnya. Sekarang seluruh harta kekayaan yang saya miliki, semuanya menjadi hak putera saya dan semua pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan yang terdahulu seluruhnya sudah diketahui oleh anak ini”.