Kamis, 28 Juli 2011

Mengenai rumah makan mie

Dahulu ada 2 kedai mie di suatu wilayah yang bersaing. Satunya menjual mie Bangka, satunya menjual mie Makassar. Kedua kedai mie tersebut sangat hebat dalam meramu bumbu-bumbu masakan mereka sehingga para pelanggan puas dan banyak yang menjadi langganan, kemampuan keduanya dalam memasak mie sama-sama hebatnya dan sangat terspesialisasi sehingga para pelanggan di daerah tersebut sangking ngilernya jadi gantian makan di kedua kedai yang berlainan setiap harinya. Para pelanggan tidak dapat menjawab ketika ditanya "Mie mana yang lebih enak?" karena kedua-duanya sangat enak.

Namun, pada suatu hari si penjual Mie Makassar berpikir, "Sekarang pelanggan kami berdua sama banyaknya, kalau saya mampu membuatnya keluar dari bisnis, pasti pelanggan mereka akan pindah ke saya sehingga keuntungan saya bisa jadi 2 kali lipat!" Pemikiran yang cukup logis namun agak serakah. Lalu, dilakukanlah berbagai cara oleh si pengusaha mie ini mulai dari mensabotase sampai menuduh si pengusaha mie Bangka menggunakan formalin berlebihan untuk membuat mienya. Dengan sedikit sogokan, maka kedai mie Bangka pun tutup dan tamat riwayatnya. Si mie Makassar melaju sendirian di bisnis kedai mie untuk wilayah itu.

Rencananya sudah berhasil, namun pelanggan Mie Makassar tidak bertambah dan juga tidak berkurang. Malah lama kelamaan berkurang. Lalu si pemilik kedai berpikir, "mengapa? Bukankah aku satu-satunya pemilik kedai mie di daerah ini?" Selidik punya selidik, ternyata para penduduk sana sudah jemu dengan mie yang ada. Dahulu, mereka punya pilihan. Kalau bosan dengan mie Makassar, mereka bisa makan mie Bangka... kalau sudah eneg dengan mie Bangka, mereka makan mie Makassar. Namun, karena yang tersedia cuma mie Makassar, maka selera penduduk sekitar sama sekali tidak membantunya.

Yah... entah ayat Tripitaka mana yang bisa diasosiasikan, tapi pokoknya ceritanya cuma fiksi kok, rekaan semata Kalau ternyata ada kejadian, itu cumalah kebetulan semata. Soal pemilihan kenapa Mie Bangka dan Mie Makassar karena dua2nya enak menurut saya hehehehe...

Namun dalam Buddhisme saya mengenal tidak ada kebenaran yang mutlak (ini diajarkan teman saya, sdr Zhou Wen Han). Benar juga, seandainya mereka gabung kekuatan ceritanya bakal lain walau hanya ada satu kedai di sana. Atau bila salah satu membeli kedai yang lain dan menggunakan ketrampilan mereka dengan baik. Saya cuma sekedar berbagi cerita... sebenarnya di kepala saya ini terdapat banyak cerita. Kapan2 saya bagi2 lagi.

Dengan Metta,
Semoga semua mahkluk berbahagia!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar