Selasa, 29 Maret 2011

Kisah Seekor Anak Burung Puyuh

Sebuah cerita tentang makhluk yang terhindar dari bahaya maut, karena menjalankan Ahimsa

Pada suatu ketika Sang Boodhisatva turun kedunia ini sebagai seekor anak burung puyuh. Ia tinggal bersama-sama dengan saudara-saudaranya di sebuah sarang di dalam semak-semak. Saudara-saudaranya bertambah hari bertambah gemuk dan kuat, sebaliknya ia sendiri tidak menjadi besar das sayapnya sangat lemah. Apa yang menyebabkan demikian menyedihkan dirinya?

Sebabnya adalah ia merupakan penjelmaan dari Sang Bodhisatva. Dan karena ia akan menjadi Buddha di kemudian hari, maka ia mempelajari AJARAN SUCI dengan sepenuh hati. Dengan sendirinya ia mentaati segala ketentuan-ketentuan dan perintah-perintah dari Ahimsa. Ini berarti, ia tidak makan apa yang diberikan ayah, ibu dan saudara-saudaranya yang berupa cacing, kumbang, dan binatang-binatang kecil lainnya.

Pada suatu hari timbul kebakaran hebat dalam hutandi dekat tempat tinggal keluarga burung puyuh itu. Semua burung dan penghuni hutan itu sangat terkejut dan dalam keadaan kacau-balau mereka melarikan diri, agar terhindar dari bahaya maut. Hanya anak burung puyuh itu yang tidak dapat melarikan diri karena sayapnya masih lemah.

Nyala api semakin bertambah besar menjilat-jilat kian kemari, membakar pohon-pohon, semak-semak dan tempat tinggal binatang-binatang hutan yang lain. Ayah, Ibu dan saudara-saudaranya sudah terbang semua meninggalkannya seorang diri di sarang.

Sementara itu apai terus menyala-nyala dan berambah besar. Ketika nyala api sudah sedemikian dekatnya, sehingga sarangnya hampir terjilat, ia mencicit-cict kepada dewa Api, “O Agni, dewa api jaya! Tuanku tentu melihat, bahwa aku ini terlampau kecil dan kurus untuk menjadi santapanmu tamu agung sebagai tuanku. Di sini tidak ada makanan untuk tuanku, karena semua binatang-binatang telah lari meninggalkan tempat ini. Silahkan Tuanku pulang kembali!”

Dan alangkah ajaibnya! Walaupun angin meniup dengan kerasnya, namun karena kata-kata hakiki dari burung puyuh kecil itu, tiba-tiba api berhenti mengganas dan padam. Dan terhindarlah ia dari bahaya maut.

Apakah sebabnya maka ia secara ajaib dapat tertolong dari bahaya kebakaran hutan itu? Sebabnya ialah selama hidupnya ia telah menyelamatkan jiwa binatang yang lain, bagaimanapun kecil binatang-binatang itu. Ia berkeyakinan, bahwa setiap makhluk berhak unutk hidup. Dan sejak itu, tiap terjadi kebakaran hutan di daerah itu akan padam dengan sendirinya setelah sampai di tempat yang ajaib itu.

Hubungan Dengan Sutta lain

Ahimsa yaitu bertekad untuk tidak menyakiti atau membunuh makhluk hidup lain, dan dengan melakukan ini tentu akan mendapatkan pahala yang besar.

Dhammapada Bab X Danda Vagga syair 142, yang berbunyi :

Walau digoda dengan cara bagaimanapun, tetapi bila seseorang dapat menjaga ketenangan pikirannya, damai, mantap, terkendali, suci murni dan tidak lagi menyakiti makhluk lain, sesungguhnya ia adalah seorang brahmana, seorang samana, seorang bhikkhu.

Dhammapada Bab XXVI Brahmana Vagga syair 405, yang berbunyi :

Seseorang yang tidak lagi menganiaya makhluk-makhluk lain, baik yang kuat maupun yang lemah, yang tidak membunuh atau menganjurkan orang lain membunuh, maka ia Kusebut seorang ‘brahmana’.

Perumpamaan Anak Yang Hilang

Perumpamaan Anak Yang Hilang

(Saddharma Pundarika Sutra Bab IV)

Dikisahkan ada seorang laki-laki yang pada masa mudanya meninggalkan ayahnya pergi, lama ia tinggal di negeri-negeri lain selama 10,20, atau 50 tahun. Semakin ia menjadi tua, semakin banyak pula kebutuhannya. Ia mengembara ke segala penjuru untuk mencari sandang dan pangan. Sementara itu ayahnya merupakan seorang yang kaya raya di kotanya, penghasilan dan modal-modalnya tersebar di negeri-negeri lain, pedagang dan langganannya pun luar biasa banyaknya.

Si anak malang mengembara dari desa ke desa dan menjelajahi banyak negeri dan kota hingga akhirnya sampailah ia di kota dimana ayahnya tinggal. Sang ayah selalu memikirkan anaknya dan meskipun ia telah terpisah darinya selama 50 tahun, belum pernah ia membicarakan hal ini dengan orang lain. Ia selalu merenung sendiri tentang hal ini dan selalu menyimpan penyesalannya ini dalam hatinya. Dalam renungannya ia berpikir : “Saya sudah tua, dan saya memiliki banyak kekayaan, akan tetapi saya tidak mempunyai seorang anak. Suatu saat nanti saya akan meninggal dan tidak ada seorangpun yang mewarisi kekayaanku, seandainya saja aku bisa mendapatkan anakku kembali”.

Sementara itu si anak malang bekerja di sana sini dan tanpa diduganya sampailah ia dikediaman ayahnya. Sambil berdiri diambang pintu, ia melihat ke seluruh isi rumah sehingga diam-diam ia berpikir : “Tentunya ini adalah kediaman seorang keturunan raja dan ini bukanlah tempat bagi saya untuk bekerja. Lebih baik saya pergi kedusun-dusun kecil dimana ada tempat bagiku untuk bekerja , jika saya berlama-lama disini mungkin saya akan mengalami aniaya dan dipaksa bekerja”. Setelah berpikir demikian, ia pergi. Tetapi pada saat itu, sipemiliki rumah mengetahui bahwa yang telah datang ke tempatnya adalah anaknya yang telah lama menghilang sehingga ia merasakan suatu kegembiraan yang luar biasa.

Si pemilik rumah memerintahkan kepada utusannya untuk mengejar dan membawa kembali orang tersebut. Kemudian utusan-utusan itu bergegas menangkapnya, si anak tersebut menjadi terkejut dan

Ketakutan sehingga dengan keras ia berteriak membantah “Saya tidak mengganggu kalian, mengapa saya harus ditangkap?”. Tetapi utusan-utusan itu bertindak lebih cepat lagi untuk menangkapnya dan memaksanya untuk balik kembali. Kemudian anak malang itu berpikir dalam hatinya bahwa meskipunia tidak bersalah namun ia akan dipenjarakan juga, hal ini pasti berarti kematiannya sehingga bertambah ngerilah hatinya dan akhirnya pingsanlah ia dan rubuh ke tanah.

Ayahnya yang melihat dari kejauhan kemudian memerintahkan kepada utusannya untuk membiarkan si anak tersebut dan memrintahkan utusanny untuk meneteskan air dingin pada wajahnya agar ia sadar kembali. Ayahnya mengetahui watak anaknya yang rendah diri dan menyadari kedudukannya sendiri yang seperti raja itu, telah menyebabkan kedukaan pada anaknya. Meskipun demikian, ia semakin percaya bahwa anak ini adalah anaknya, tetapi dengan kebijaksanaan ia tidak mengatakan apapun pada orang lain bahwa anak ini adalah anaknya sejati. Kemudian si anak ini dibebaskan dari utusan ayahnya, anak ini merasa gembira dan pergi untuk mencari sandang dan pangan.

Kemudian si ayah mengatur suatu rencana, ia memerintahkan kepada 2 orang utusannya untuk mengunjungi tempat si anak tersebut dan memberikan pekerjaan sebagai pembersih tumpukan kotoran dengan upah dua kali lipat. Setelah itu kedua orang utusan pergi dan mencari si anak tersebut, setelah mereka bertemu kedua orang tersebut mengatakan tentang tujuannya, si anak menyetujui tawaran tersebut dan bergabung bersama mereka membersihkan kotoran-kotoran.

Pada suatu hari si ayah melihat anaknya dari kejauhan lewat jendela dan merasa sangat kasihan kepada anaknya tersebut, si ayah mendekati anak tersebut dengan pakaian yang kasar, compang-camping serta kotor, dan badannya dilumuri dengan debu, si ayah melakukan tersebut supaya tidak ketahuan identitasnya oleh pekerja yang lain. Dengan rencana tersebut si ayah mendekati anaknya dan berkata “Wahai orangku, tinggallah dan kerjalah disini, janganlah engkau pergi kemana-mana lagi, aku naikkan upahmu dan apapun yang engkau perlukan akan kuberikan, kecuali itu kalau engkau membutuhkan, akan kuberimu seorang pelayan. Tenangkanlah hatimu, anggaplah aku seperti ayahmu sendiri dan janganlah takut lagi, mulai saat ini dan seterusnya engkau akan kuanggap sebagai anakku sendiri yang kulupakan”. Kemudian ayah tersebut memberikan nama baru dan memanggilnya seperti anaknya.

Kemudian si ayah jatuh sakit, dan menyadari bahwa sebentar lagi ajalnya akan tiba. Maka berkatalah ia kepada anknya “Sekarang aku memiliki emas, perak, dan benda-benda berharga yang bertumpuk-tumpuk dan harta kekayaan yang melimpah ruah. Aku ingin engkau mengetahui sampai hal yang sekecil-kecilnya ini, jumlah dari semua benda-benda ini, junlah dari harta yang masih harus diterima, dan diberikan”. Kemudian si anak itu menyetujui petunjuk dan perintahnya sehingga terbiasa dengan semua barang-barang itu emas, perak, benda-benda berharga dan begitu juga lumbung dan kekayaan.

Sesudah beberapa waktu berselang, ayahnya mengetahui bahwa pemikiran anaknya lambat laun sudah berkembang dan kemauannya pun tumbuh dengan baik dan dia mengetahui juga bahwa anaknya telah memandang rendah keadaan pemikirannya yang terdahulu. Karena mengetahui bahwa akhir hayatnya sudah dekat, ia memerintahkan anaknya datang dan pada saat yang sama ia mengumpulkan sanak keluarganya, para raja, para menteri, para ksatria, dan rakyat.

Ketika mereka semua sudah berkumpul, kemudian ia menyapa mereka dan berkata “Ketahuilah tuan-tuan sekalian bahwa inilah puteraku yang telah lama menghilang. Sudah lebih dari 50 tahun sejak ia meninggalkan saya disuatu kota dan pergai untuk menanggung sepi dan derita, pada waktu itu saya mencarinya dikota itu dengan penuh kesedihan dan saya menemuinya ditempat lain tanpa terduga dan saya mendapatkannya kembali. Ia betul-betul anakku dan saya betul-betul ayahnya. Sekarang seluruh harta kekayaan yang saya miliki, semuanya menjadi hak putera saya dan semua pengeluaran-pengeluaran dan penerimaan yang terdahulu seluruhnya sudah diketahui oleh anak ini”.