Selasa, 19 Oktober 2010

Kisah Upaka

Sang Buddha membabarkan syair 353 Kitab Suci Dhammapada, sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh Upaka, petapa bukan Buddhis, ketika Sang Buddha sedang berjalan menuju Taman Rusa (Migadaya) tempat Kelompok Lima Bhikkhu (Panca Vaggi) sedang berdiam. Sang Buddha menuju ke sana untuk membabarkan Dhammacakkappavattana Sutta pada Panca Vaggi itu, mitra lamanya, yaitu Kondana, Bhaddiya, Vappa, Assaji, dan Mahanama.

Ketika Upaka melihat Sang Buddha Gotama, ia sangat terkesan dengan pancaran sinar wajah Sang Buddha dan berkata kepada Beliau, "Kawan, Anda terlihat tenang dan murni; bolehkah saya tahu siapa guru Anda?" Kepadanya, Sang Buddha menjawab bahwa Beliau tidak mempunyai guru.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

"Sabbābhibhū sabbavidū ‘ham asmi
sabbesu dhammesu anūpalitto
sabbañjaho taṇhakkhaye vimutto
sayaṃ abhiññāya kam uddiseyyaṃ."

Aku telah mengalahkan semuanya, Aku telah mengetahui semuanya.
Aku telah bebas dari semuanya, Aku telah meninggalkan semuanya.
Setelah menghancurkan nafsu keinginan, Aku benar-benar bebas.
Setelah menyadari segala sesuatu melalui usaha sendiri, maka siapakah yang patut Ku-sebut Guru?

Pada saat khotbah Dhamma itu berakhir, Upaka tidak memperlihatkan penerimaan ataupun penolakan, tetapi hanya menggeleng beberapa kali dan pergi.


-----------------------
Notes :

Upaka menanyakan kepada Buddha mengenai pencapaianNya, ketika Sang Buddha mengatakan apa yang telah dicapaiNya, Upaka menayakan apakah Beliau adalah “Anantajina” (jina = penakluk, ananta = tidak terbatas), dan Sang Buddha mengiyakan. Upaka menggelengkan kepala, berkata “Mungkin demikian” dan kemudian meneruskan perjalannya.
Dikatakan (DA.ii.471) bahwa Sang Buddha berjalan kaki dari pohon Bodhi ke Isipatana – alih-alih terbang melalui udara seperti kebiasaan para Buddha sebelumnya ketika hendak memutar roda dhamma pertama kali – karena Beliau ingin bertemu Upaka.

Setelah pertemuan ini Upaka menuju Vankahara untuk bertapa disana, tetapi kemudian jatuh cinta kepada Capa, puteri seorang pemburu yang menjadi pendukungnya. Upaka tidak mau makan selama 7 hari dan akhirnya pemburu itu mengawinkan Upaka dengan Capa. Karena Upaka tidak memiliki keterampilan, ia hanya membantu-bantu si pemburu menjualkan hasil buruan, karenanya sering dihina oleh Capa. Ketika anak mereka menangis, Capa akan menyanyi, “Oh anak Upaka, anak penjual hasil buruan, jangan menangis”. Upaka kesal sekali dan berkata bahwa ia punya teman yang sangat hebat yang bernama Anantajina, tetapi Capa tidak berhenti menghinanya. Akhirnya Upaka pun pergi meninggalkan Capa dan anaknya, mencari ‘Anantajina’ pergi ke Savatthi.

Sang Buddha mengetahui Upaka datang mencarinya, berpesan kepada orang-orang, jika ada orang yang mencari Anantajina, supaya dibawa kepadaNya. Setelah mendengar cerita Upaka, Sang Buddha kemudian menahbiskannya sebagai bhikkhu dan mengajarkan Upaka meditasi. Upaka kemudian berhasil mencapai tingkat kesucian Anagami dan kemudian terlahir di surga Aviha. Menurut kitab komentar Majjhima (i.389) Upaka menjadi arahat segera setelah terlahir di Aviha.

Belakangan, Capa juga kemudian menjadi bhikkhuni, dan mencapai Arahat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar