Suatu ketika hiduplah seorang brahmana petapa di Savatthi. Suatu hari, terpikir olehnya bahwa Sang Buddha menyebut murid-muridnya ‘pabbajita’ (yang artinya telah pergi meninggalkan kehidupan berumah tangga untuk menjadi petapa), dan karena ia juga seorang petapa, maka ia seharusnya juga disebut seorang pabbajita. Jadi ia pergi menemui Sang Buddha dan bertanya mengapa ia tidak disebut seorang pabbajita.
Sang Buddha berkata, "Hanya karena seseorang adalah petapa, seseorang tidak dengan sendirinya dapat disebut sebagai seorang pabbajita; tetapi karena nafsu keinginan dan kekotoran batin telah pergi darinya, maka seseorang disebut orang ‘yang telah pergi’, seorang pabbajita.
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
"Bāhitapāpo ti brāhmaṇo
samacariyā samaṇo ti vuccati
pabbājayam attano malaṃ
tasmā pabbajito ti vuccati."
Karena telah membuang kejahatan, maka ia Kusebut seorang `brahmana` ;
karena tingkah lakunya tenang, maka ia Kusebut seorang `petapa`(samana);
dan karena ia telah melenyapkan noda-noda batin,
maka ia Kusebut seorang `pabbajita` (orang yang telah meninggalkan kehidupan berumah tangga).
Petapa tadi mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma itu berakhir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar