Rabu, 21 Juli 2010

Kisah Culasari

Suatu hari, Culasari berjalan pulang dari mengunjungi seorang pasien. Dalam perjalanan, ia berjumpa Sariputta Thera dan bercerita, bagaimana ia merawat seorang pasien serta mendapatkan makanan enak untuk pelayanannya. Ia juga meminta Sariputta Thera untuk menerima darinya sebagian dari makanan tersebut. Sariputta Thera tidak mengatakan apapun kepadanya melainkan terus melanjutkan perjalanannya. Sariputta Thera menolak menerima makanan dari bhikkhu itu karena bhikkhu tersebut telah melanggar peraturan yang melarang para bhikkhu membuka praktek pengobatan*.

Bhikkhu-bhikkhu lain melaporkan hal ini kepada Sang Buddha dan Beliau berkata kepada mereka, "Para bhikkhu! Seorang bhikkhu yang tidak tahu malu itu buruk dalam pikiran, perkataan, dan perbuatan. Ia sombong seperti seekor gagak, ia menghidupi diri dengan cara yang melanggar peraturan dan hidup dalam kenikmatan. Di sisi lain, kehidupan bagi seorang bhikkhu yang memiliki malu tidaklah mudah."

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut ini :

"Sujīvaṃ ahirīkena
kākasūrena dhaṃsinā
pakkhandinā pagabbhena
saṃkiliṭṭhena jīvitaṃ.

Hirīmatā ca dujjīvaṃ
niccaṃ sucigavesinā
alīnen’appagabbhena
suddhājīvena passatā."

Hidup ini mudah bagi orang yang tidak tahu malu,
yang suka menonjolkan diri seperti seekor burung gagak,
suka menfitnah, tidak tahu sopan santun, pongah,
dan menjalankan hidup kotor.

Hidup ini sukar bagi orang yang tidak tahu malu,
yang senantiasa mengejar kesucian,
yang bebas dari kemelekatan, rendah hati,
menjalankan hidup bersih dan penuh perhatian.

Banyak orang pada saat itu mencapai tingkat kesucian sotapatti setelah khotbah Dhamma berakhir.

----------------------------------
Notes:
*Dalam peraturan kebhikkhuan (Vinaya), para bhikkhu tidak diperbolehkan melakukan praktek pengobatan, yang dimaksud disini adalah melakukan praktek pengobatan dengan mengharapkan balasan seperti dokter/sinshe, misalnya dalam kasus diatas imbalan dana makanan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar