Suatu ketika, Sang Boddhisatva terlahir
sebagai putra Raja dan Ratu Benares. Pada hari pemberian nama, 800
peramal diudang ke istana. Dan sebagai hadiah, mereka diberi apapun yang
mereka inginkan untuk menyenangkan mereka. Dan mereka diminta untuk
meramalkan nasib sang pangeran kecil, agar mereka dapat memberikan nama
yang sesuai untuknya. Salah satu peramal ahli dalam membaca tanda tanda
di badan. Ia berkata, “Tuanku, ini adalah berkah dari jasa-jasa anda.
Dia akan menjadi raja penerus kerajaan ini.” Para peramal itu sangat
pandai. Mereka mengatakan apapun yang ingin diketahui raja dan ratu.
Mereka mengatakan, “Anakmu akan menjadi ahli 5 senjata. Dan akan menjadi
orang terhebat dalam menguasai 5 senjata ini di seluruh India.”
Berdasarkan hal ini, raja dan ratu memberi nama kepada anaknya ‘Pangeran
Lima Senjata’
Saat pangeran berusia 16 tahun, raja
memutuskan agar ia pergi belajar. Dia berkata, “Pergilah anakku, ke kota
Takkasila. Disana kamu akan menemui guru yang paling terkenal. Pelajari
apapun yang kamu bisa darinya. Dan berikan uang ini sebagai
pembayarannya”. Dia memberikan seribu uang emas dan mengantarkan
perjalanannya. Pangeran pergi ke guru terkenal di Takkasila ini. Dia
belajar dengan rajin dan menjadi murid terbaik sang guru. Saat sang guru
telah mengajarkan semua ilmu yang dimilikinya, dia memberikan pangeran
hadiah khusus untuk kelulusannya. Dia memberikan sang pangeran lima buah
senjata dan mengembalikan sang pangeran ke Benares.
Dalam perjalanan pulang, dia melewati
hutan yang dihuni oleh raksasa. Para penduduk memperingatkan Pangeran
Lima-Senjata, “Anak muda, jangan lewati hutan itu. Disana ada raksasa
mengerikan yang bernama Rambut-Lengket. Dia membunuh semua yang
dilihatnya!” Tetapi sang pangeran percaya diri dan tidak takut bagaikan
seekor singa muda. Sehingga dia memasuki hutan, dan akhirnya menemui
raksasa yang menakutkan itu. Raksasa itu setinggi pohon, dengan kepala
sebesar atap rumah dan matanya sebesar piring makan. Dia memiliki dua
taring kuning dan besar yang kelihatan keluar dari mulutnya yang
menyeringai dengan giginya yang coklat jelek. Dia memiliki perut yang
sangat besar dan bertotol-totol putih serta memiliki tangan dan kaki
berwarna biru. Raksasa itu meraung dan menggeram kepada sang pangeran,
“Kemana kau akan pergi, manusia kecil? Kamu kelihatannya enak sekali.
Aku akan menelan kamu!” Pangeran baru menyelesaikan pelajarannya dan
telah memenangkan penghargaan tertinggi dari gurunya. Sehingga ia merasa
telah mengetahui segalanya, dan dapat melakukan segalanya. Dia
menjawab, “Oh mahluk kejam, aku adalah Pangeran Lima-Senjata, dan aku
sengaja datang ke sini untuk menemui kamu. Aku menantang kamu beradu
kekuatan! Aku akan membunuh kamu hanya dengan dua senjata – busur dan
panah beracunku.” Kemudian dia membidik panahnya ke raksasa itu. Tetapi
panah itu lengket ke rambutnya, seperti lem, tanpa melukai raksasa itu
sama sekali. Kemudian pangeran terus membidik raksasa sampai 50 panah
beracunnya habis. Tetapi semuanya langsung lengket ke rambutnya,
sehingga dinamai Rambut-Lengket. Kemudian mahluk itu mengguncangkan
badannya, dari kepalanya yang jelek seukuran atap rumah sampai kakinya
yang berwarna biru. Dan semua panah itu jatuh ke tanah.
Pangeran Lima-Senjata memakai senjatanya
yang ketiga, pedang sepanjang 33 inchi. Dia menusukkannya ke musuhnya.
Tetapi pedang itu juga langsung lengket ke rambut yang lengket dan tebal
itu. Kemudian dengan senjata keempatnya, dia menombak si raksasa, dan
langsung melekat di rambut lengket. Setelah itu, ia menyerang dengan
senjata terakhirnya yang kelima, dan langsung tongkatnya juga lengket ke
rambut itu. Kemudian sang pangeran berteriak, “Hey kamu, raksasa,
pernahkan kamu mendengar namaku, Pangeran Lima-Senjata? Aku memiliki
lebih dari lima senjata. Aku memiliki kekuatan dari badanku yang muda.
Akan kupatahkan badanmu berkeping-keping!” Dia memukul Rambut-Lengket
dengan kepalan kanannya, seperti petinju. Tetapi tangannya lengket ke
rambutnya, dan tak bisa melepaskannya. Kemudian dia memukul dengan
tangan kirinya, tetapi ini juga melekat erat di rambut itu. Kemudian dia
menendang dengan kaki kiki kemudian kaki kanan, seperti ahli ilmu
bela-diri, tetapi keduanya juga lengket ke rambut yang berantakan itu.
Kemudian dia menyerang raksasa itu dengan kepalanya sekeras mungkin
seperti pegulat dan akhirnya kepalanya pun tak bisa lepas dari rambut
raksasa itu.
Meskipun lengket di lima tempat, sang
pangeran tetap tidak takut. Si Rambut-Lengket berpikir, “Sangat aneh,
dia lebih mirip singa daripada manusia. Bahkan terjebak dengan raksasa
ganas seperi aku, dia tidak takut. Selama ini, aku telah membunuh banyak
orang dalam hutan ini, tak ada seorangpun seperti pangeran ini. Mengapa
dia tidak takut sama sekali? Karena Pangeraa Lima-Senjata tidak seperti
orang-orang lain, si Rambut-Lengket takut untuk langsung memakannya.
Sehingga dia bertanya, “Anak muda, mengapa kamu tidak takut akan
kematian?” Pangeran menjawab, “Mengapa aku harus takut mati? Tak ada
yang meragukan setiap yang dilahirkan pasti mati!”
Kemudian Sang Boddhisatva berpikir,
“Lima senjata yang diberikan oleh guru yang paling terkenal di dunia ini
telah tak berguna. Bahkan kekuatanku yang seperti singa tak berguna. Di
luar guruku, badanku, aku harus mendapatkan senjata dari pikiranku,
satu-satunya senjata yang aku perlukan.” Pangeran kemudian
melanjutkan,”Ada hal kecil, hai raksasa, yang belum aku katakan
kepadamu. Senjata rahasiaku ada di perutku, sebuah batu intan yang tak
dapat kau cerna. Itu akan memotong ususmu sampai hancur jika kamu
menelanku. Sehingga jika aku mati, maka kamu mati! Sehingga aku tak
takut padamu.” Dengan cara ini, sang pangeran menggunakan kekuatan
kekuatan dari dalam dirinya sendiri untuk meyakinkan si Rambut-Lengket.
Dia sekarang mengerti bahwa senjata terbaik ada dalam pikirannya
sendiri, yaitu batu intan yang berharga yang dinamakan kecerdasan.
Rambut-Lengket berpikir, “Tak salah lagi, pasti orang pemberani ini
menyatakan kebenaran. Bahkan jika aku makan potongan badannya sebesar
kacang polong, aku tak akan bisa mencernanya. Aku akan membebaskannya.”
Takut akan kematiannya sendiri, ia membebaskan Pangeran Lima-Senjata.
Dia berkata, “Kau adalah orang yang hebat. Aku tak akan memakan
dagingmu. Aku bebaskan kamu, seperti bulan yang muncul setelah gerhana,
kau pun akan bersinar diantara sahabat dan keluargamu.”
Sang Boddhisatva telah mengalami
pertempuran melawan raksasa Rambut-Lengket dan telah mengetahui bahwa
senjata yang paling berharga adalah kecerdasan, bukan senjata yang ada
di luar. Dan dengan senjata ini, dia juga mengetahui bahwa mencabut jiwa
mahluk hidup hanya akan mengakibatkan penderitaan bagi si pembunuh.
Dengan penuh terima kasih dia megatakan kepada raksasa yang tak
beruntung itu, “Oh Rambut-Lengket, kamu terlahir sebagai mahluk pembunuh
pemakan daging, karena perbuatan jahatmu yang lampau. Kamu hanya akan
pergi dari kegelapan ke kegelapan yang lain. Sekarang kamu telah
membebaskan aku, kamu tak akan bisa membunuh dengan gampang. Dengarlah,
membunuh mahluk hidup akan membawa kesengsaraan dalam dunia, dan
kemudian akan terlahir di neraka, atau sebagai hewan atau setan
kelaparan. Bahkan jika kamu cukup beruntung untuk terlahir menjadi
manusia, kamu akan memiliki umur pendek!” Pangeran Lima-Senjata kemudian
terus mengajar Rambut-Lengket, sehingga raksasa itu setuju menjalankan
lima aturan kemoralan.
Dengan cara ini dia berubah dari raksasa
menjadi peri penjaga hutan yang bersahabat. Dan ketika dia meninggalkan
hutan, pangeran menceritakan tentang berubahnya raksasa itu kepada
penduduk sekitar. Dan untuk selanjutnya mereka memberi makan kepadanya
secara teratur dan hidup dengan damai. Pangeran Lima-Senjata kembali ke
Benares. Kemudian dia menjadi raja. Akhirnya ia meninggal dan terlahir
di alam yang sesuai.