Suatu hari, beberapa bhikkhu sedang berjalan pulang dari menerima dana makanan. Ketika hujan turun, mereka berteduh di suatu gedung pengadilan. Saat berada di sana, mereka melihat bahwa beberapa orang hakim, setelah menerima uang suap, membebaskan suatu perkara.
Mereka melaporkan masalah ini kepada Sang Buddha dan Beliau berkata, "Para bhikkhu! Dalam memutuskan suatu perkara, jika seseorang terpengaruh oleh rasa cinta atau pertimbangan keuangan, dia tidak dapat disebut sebagai ‘yang adil’ atau ‘hakim yang sesuai dengan hukum`. Jika seseorang menimbang bukti-bukti dengan teliti dan memutuskan suatu kasus secara tidak memihak maka ia disebut ‘yang adil’ atau ‘hakim yang sesuai dengan hukum’."
Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :
"Na tena hoti dhammaṭṭho yen’atthaṃ sahasā naye
yo ca atthaṃ anatthañ ca ubho niccheyya paṇḍito.
Asāhasena dhammena samena nayatī pare
dhammassa gutto medhāvī dhammaṭṭho ti pavuccati."
Orang yang memutuskan segala sesuatu dengan tergesa-gesa
tidak dapat dikatakan sebagai orang adil
Orang bijaksana hendaknya memeriksa dengan teliti
mana yang benar dan mana yang salah.
Orang yang mengadili orang lain dengan tidak tergesa-gesa,
bersikap adil dan tidak berat sebelah,
yang senantiasa menjaga kebenaran,
pantas disebut orang adil.