Kamis, 28 Juli 2011

Kisah Seekor Induk babi muda

      Suatu kesempatan, ketika Sang Buddha sedang berpindapatta di Rajagaha, ia melihat
      seekor induk babi muda yang kotor dan beliau tersenyum. Ketika ditanya oleh Ananda. Sang Buddha menjawab, “Ananda, babi ini dulunya adalah seekor ayam betina di masa Buddha Kakusandha. Karena ia tinggal di dekat ruang makan di suatu vihara, ia biasa
      mendengar pengulangan teks suci dan kotbah Dhamma. Ketika ia mati, ia dilahirkan
      kembali sebagai seorang putri.
Suatu ketika, saat putri pergi ke kakus, sang putri melihat belatung dan ia menjadi sadar akan sifat yang menjijikan dari tubuh. Ketika ia meninggal dunia. Ia dilahirkan kembali di alam Brahma sebagai brahma puthujjana; tetapi kemudian karena beberapa perbuatan buruknya, ia dilahirkan kembali sebagai seekor babi betina. Ananda! Lihat, karena perbuatan baik dan perbuatan buruk tidak ada akhir dari lingkaran kehidupan.

Kemudian Sang Buddha membabarkan syair berikut :

Sebatang pohon yang telah ditebang masih akan dapat tumbuh dan bersemi lagi apabila akar-akarnya masih kuat dan tidak dihancurkan. Begitu pula selama akar nafsu keinginan tidak dihancurkan, maka penderitaan akan tumbuh berulang kali.

Apabila tiga puluh enam nafsu keinginan di dalam diri seseorang mengalir deras menuju
obyek-obyek yang menyenangkan, maka gelombang pikiran yang penuh nafsu akan
menyeret orang yang memiliki pandangan salah seperti itu.

Di mana-mana mengalir arus (nafsu-nafsu keinginan); di mana-mana tanaman
menjalar tumbuh merambat. Apabila engkau melihat tanaman menjalar (nafsu
keinginan) tumbuh tinggi, maka harus kau potong akar-akarnya dengan pisau
(kebijaksanaan).

Dalam diri makhluk-makhluk timbul rasa senang mengejar obyek-obyek indria, dan mereka menjadi terikat pada keinginan-keinginan indria. Karena cenderung pada hal-hal yang menyenangkan dan terus mengejar kenikmatan-kenikmatan indria, maka mereka menjadi korban kelahiran dan kelapukan.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena terikat erat oleh belenggu-belenggu dan ikatan-ikatan, maka mereka mengalami penderitaan untuk waktu yang lama.

Makhluk-makhluk yang terikat pada nafsu keinginan, berlarian kian kemari seperti seekor kelinci yang terjebak. Karena itu, seeorang bhikkhu yang menginginkan kebebasan didri, hendaknya ia membuang segala nafsu-nafsu keinginannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar